Jakarta, Aktual.com-Pemerintah Filipina tidak bergeming dengan sorotan dunia internasional terkait dengan kebijakan Presiden Rodrigo Duterte yang sadis dalam memberantas pelaku narkoba. Bahkan pemerintah Filipina membagikan pamflet setebal 38 halaman di Konferensi Tingkat Tinggi Asia Tenggara dan Asia Timur di Laos, Selasa (6/9).

Isinya yakni pembelaan oprasi penindakan pelaku narkoba yang menurut catatan PBB sudah menewaskan 2.400 orang pelaku. “Kami bukan tukang jagal yang hanya membunuh orang tanpa alasan,” demikian tulisan di salah satu halaman boklet mengutip pernyataan Kepala Kepolisian Nasional Ronald Dela Rosa.

Kampanye Duterte mendapat dukungan kuat, namun pembunuhan terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba memicu perhatian yang dari Amerika Serikat — sebagai sekutu utama Filipina — dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pekan lalu, jumlah orang yang terbunuh sejak 1 Juli meningkat menjadi 2.400 orang, sekitar 900 orang tewas dalam operasi polisi, menurut AS dan PBB, dan sisanya mati dalam proses penyelidikan.

Kalangan pemerhati hak asasi manusia menganggap bahwa hal itu merupakan eufemisme atas tindakan main hakim sendiri dan pembunuhan di luar peradilan. Pemerintahannya dalam pernyataan terpisah bahwa perlawanan terhadap penyalahgunaan narkoba harus menghasilkan kemenangan.

“Kampanye terhadap penyalahgunaan narkoba menghasilkan hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya, jumlah orang yang menyerahkan diri lebih dari 600.000 orang,” demikian tulisan pamflet kertas mengkilap yang terdapay beragam foto Duterte, termasuk kedatangannya pada upacara pemakaman pejabat senior kepolisian yang diduga tewas ditembak oleh seorang pedagang narkoba.

Booklet tersebut menyatakan bahwa sejak Duterte menjabat presiden, sebanyak 7.532 oeprasi narkoba telah digelar, 12.972 pedagang obat bius dan pengguna ditangkap, dan operasi kepolisian selama bulan Juli telah berhasil mengurangi angka kejatan sebesar 49 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Dapatkan Anda percaya bahwa hal ini hanya dilakukan dua bulan pada masa Kepresidenan Duterte?” demikian halaman terakhir booklet tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara