Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik, Burhanuddin Muhtadi mengkhawatirkan sistem Pemilihan Umum (Pemilu) yang digunakan pada 2019 nanti sangat riskan melahirkan korupsi dan politik uang dalam praktiknya.
“Repotnya kemarin kan DPR memutuskan kembali menggunakan proporsional terbuka, dan itu menjadi awal mula korupsi politik, karena proporsional terbuka itu memicu money politic,” ucap Burhan saat ditemui di DPP PKB, Jakarta, Senin (11/12).
Karena itu dirinya meminta partai politik untuk mendorong sistem pemilu proposional tertutup. Baginya dengan sistem tersebut partai politik dan para kadernya akan lebih berkembang
“Dari dulu saya berusaha untuk kampanyekan ini, mengapa? Sederhana, policy platform partai lebih kelihatan, jenis kelamin ideologis partai lebih kelihatan, dan yang lebih penting, pengkaderan di internal partai jauh lebih dihargai,” jelasnya.
Salah satu hal yang membuat proposional tertutup baik untuk partai politik. Karena dengan sistem itu partai punya peran memberikan nomor urut kepada Caleg saat ingin melaju ke Senayan.
“(Sistem Pemilu) proporsional tertutup memberikan kesempatan pada partai untuk memberikan nomor urut. Dan nomor urutlah yang menentukan siapa yang lolos ke senayan,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah telah mengesahkan RUU Pemilu yang digodok oleh DPR, pada Agustus lalu. Regulasi yang kini diketahui sebagai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ini mengatur tata pelaksanaan Pemilu, di antaranya adalah ambang batas Presiden (20%-25%) dan DPR (4%) serta sistem pemilihan proporsional terbuka.
Selain itu, dalam UU tersebut juga dihasilkan metode konversi suara sainte lague murni, dan kursi dapil 3-10.
Teuku Wildan A.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan