Ratusan buruh dari berbagai elemen organisasi melakukan aksi unjuk rasa didepan Balaikota, Jakarta, Rabu (11/10/2016). Dalam aksinya para buruh menolak Upah murah, cabut PP 78 Tentang Pengupahan dan naikan upah minimum 31 %.

Jakarta, Aktual.com – Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) mempertanyakan sikap ngotot Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tetap akan menetapkan Upah Minimum Provinsi tanpa adanya survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Jika demikian, Ahok sama saja menabrak Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Dalam beberapa informasi disebutkan bahwa Gubernur Basuki Tjahja Purnama akan tetap menetapkan UMP 2017 dengan formula yang telah diatur dalam PP 78/2015,” tegas Mirah Sumirat, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/10).

Alasan Ahok, kata dia, antara lain karena beberapa kebutuhan sudah disubsidi oleh pemerintah seperti biaya transportasi, rumah susun dan sembako. Sehingga penghasilan buruh tidak perlu terlalu tinggi namun bisa ditabung karena pengeluaran tidak terlalu besar. Ahok juga meminta buruh untuk mentaati PP 78/2015.

Sekjen DPP FSP, Idrus, menambahkan, pihaknya meminta Ahok untuk menetapkan UMP DKI Jakarta tahun 2017 sebesar Rp3.831.690 dan tidak ada lagi tawar menawar. Apabila Gubernur Jakarta masih ngotot maka GBJ akan menurunkan massa aksi dalam jumlah yang besar.

Sementara Yulianto, Ketua DPD FSP Logam Elektronik & Mesin SPSI DKI Jakarta sekaligus Presidium GBJ menyampaikan bahwa PP 78/2015 justru membingungkan dan mengacaukan ketentuan yang sudah diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003. Khususnya Pasal 88 ayat (4).

Dimana dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa ‘Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi’.

“Aturan ini sudah sangat jelas dan tidak perlu ada penafsiran lain terhadapnya,” tegas Yulianto.

Formula perhitungan Upah Minimum berdasar PP 78/2015 dimaksud, lanjut dia, sama sekali tidak didasarkan pada hasil survey KHL tahun 2016. Ini menjadi persoalan yang sangat serius, ketika Pemerintah dan pengusaha secara bersama-sama dan terang-terangan melanggar UU No.13/2003.

 

*Sumitro

Artikel ini ditulis oleh: