Jakarta, Aktual.com — Rencana penerapan regulasi pengampunan pajak atau tax amnesty dinilai buruh tidak adil. Demikian dikatakan oleh Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
“Kami buruh, menolak keras tax amnesty, karena tidak adil, ketika buruh dikendalikan upahnya menjadi murah, orang yang tidak bayar pajak malah diampuni,” kata Said Iqbal selepas konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Selasa (12/4).
Iqbal menjelaskan penolakan kebijakan pengampunan pajak tersebut karena pihaknya menilai hingga saat ini belum ada yang bisa menjamin ketika ada pengampunan pajak, para wajib pajak “nakal” ini apakah akan taat nantinya.
“Alasan selanjutnya, kebijakan tersebut mencederai buruh karena pengemplang pajak diampuni, kami jadi bertanya-tanya siapa yang meminta ini apakah rakyat atau orang bermasalah di dalam negeri,” ucap dia.
Dia juga menilai RUU tax amnesty yang dipercepat ada sangkut pautnya dengan mulai terbongkarnya skandal “Panama Paper” yang bertujuan untuk melepaskan diri dari jeratan hukum.
“Ketika di luar negeri banyak yang tersangkut Panama Paper mengundurkan diri seperti PM Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson dan pemimpin dunia lainnya, kita justru mempercepat RUU tax amnesty,” tutur dia.
Jika pemerintah tetap membiarkan hal seperti ini, tambah dia, buruh mengancam akan melakukan aksi unjuk rasa, terutama saat perayaan hari buruh pada tanggal 1 Mei.
“Kita sudah siap dengan satu juta massa buruh di 27 provinsi dan lebih 200 kabupaten kota akan melaksanakan aksi bersama. Kami lakukan karena kebijakan pemerintah saat ini sudah jauh dari cita cita reformasi, cita cita pendiri bangsa dalam UUD 1945,” ujar dia.
Dari informasi yang dihimpun Antara, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty.
Pengusulan RUU tersebut dilatar belakangi banyaknya wajib pajak yang belum melaporkan hartanya di dalam dan luar negeri serta belum dikenai pajak di Indonesia dan rendahnya kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan kewajiban perpajakan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan dari data internal Direktorat Jenderal Pajak tahun 2015 menunjukkan wajib pajak (WP) terdaftar memiliki kewajiban menyampaikan SPT sebesar 18 juta WP. Sedangkan realisasi SPT yang masuk di 2015 sebesar 10,9 juta.
Akan tetapi, rasio kepatuhan penyampaian SPT hanya pada kisaran 60 persen sehingga masih ada potensi WP yang belum menyampaikan SPT sebesar 40 persen dari WP terdaftar.
Selain itu, aturan tax amnesty dibutuhkan karena DJP memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengawasi aktivitas perekonomian di sektor informal dan mencegah larinya modal ke luar negeri karena ada kebijakan kerahasiaan bank.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara