Massa buruh yang didominasi Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

Jakarta, Aktual.com – Buruh dari Koalisi Anti Utang-Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBI) pada tahun 2016, tetap mengangkat isu pengupahan, khususnya penolakan terhadap PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

“Gerakan buruh akan semakin menguat untuk menolak PP Nomor 78 tentang Pengupahan. Kami akan terus mengawal peninjauan kembali (‘judicial review’) PP tersebut yang sudah kami ajukan ke Mahkamah Agung,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/12).

KSPI adalah salah satu organisasi pekerja di bawah KAU-GBI. Selain KSPI, KSBSI, KSPSI pimpinan Andi Gani, KPBI, KASBI, FSPASI, SBSI 1992, Gaspermindo, GOBSI dan GSBI.

Buruh menyatakan telah mengajukan ‘judicial review’ PP 78/2015 ke MA dan mengajukan tuntutan mencabut pasal 44 ayat 2 PP No 78/2015 yang menyatakan formula kenaikan upah minimum hanya mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Mereka meminta kenaikan upah tetap berdasarkan pada Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena melibatkan buruh dalam penentuan besaran upah.

“PP pengupahan telah memukul daya beli buruh dan masyarakat,” ujar Iqbal.

Selain itu, beberapa masalah lain yang tetap diangkat buruh sebagai bagian dari tuntutan kepada pemerintah adalah tentang Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun yang “hanya” memotong tiga persen dari upah perbulan untuk dana pensiun dan memberikan manfaat hanya 15-40 persen dari gaji terakhir ketika aktif, setelah bekerja selama 15 tahun.

Buruh akan tetap mendorong lahirnya Undang-undang Asisten Rumah Tangga, yang tidak masuk program legislasi nasional (prolegnas) DPR RI tahun 2015.

Keberadaan pekerja alih daya (“outsourcing”) juga masih menjadi perhatian serius para buruh, ditambah nasib para buruh migran termasuk jaminan kesehatan untuk pekerja dan masyarakat.

“Gerakan politik buruh akan semakin meningkat pula ke depan, apakah itu akan membuat partai politik atau seperti apa, kita lihat saja,” ujar Iqbal.

Hal ini diamini Pimpinan Kolektif Nasional Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Michael. Menurut dia, jika pemerintah tidak menanggapi secara serius tuntutan buruh, pekerja akan membentuk kekuatan politik yang akan menjadi oposisi dari pemerintah.

Artikel ini ditulis oleh: