Surabaya, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Non Aktif Bambang Widjojanto menyatakan kasus kriminalisasi awalnya menggunakan pola tuduhan terhadap korban.
“Kasus kriminalisasi itu awalnya menggunakan pola tuduhan, seperti si A dituduh ini, dituduh itu, baru kemudian ada justifikasi kekerasan baru yang seringkali mengabaikan hak-hak dari korbannya,” katanya saat menghadiri kegiatan Kontras bertajuk gelar perkara yang dipaksakan di Surabaya, Selasa (15/9).
Ia mengemukakan, rata-rata yang menjadi korban dalam kasus kriminalisasi ini adalah warga masyarakat biasa.
“Oleh karena itu, jangan sampai ada kecenderungan jauh lebih besar warga masyarakat biasa yang menjadi korban kasus kriminalisasi ini,” katanya.
Menurut dia, perlu adanya rekonstruksi perubahan kebijakan terhadap rencana perubahan KUHP.
“Kami akan mendengar masukan dari warga masyarakat terkait dengan kasus yang ada di Jawa Timur ini, supaya kami mendapatkan pengalaman empiris untuk menjadi masukan dalam rencana perubahan KUHP tersebut,” katanya.
Ia mengatakan, ada bermacam-macam motif yang seringkali melatarbelakangin kasus kriminalisasi ini di antaranya yang paling sering adalah masalah ekonomi.
“Selain masalah ekonomi, kepentingan kekuasan dengan menggunakan aparat penegak hukum juga bisa menjadi salah satu motif yang digunakan,” katanya.
Salah satu acuan yang bisa digunakan untuk mengetahui kasus kriminalisasi tersebut di antaranya adalah berkas perkara yang bolak-balik dari kepolisian ke kejaksaan.
“Karena itu, bolak-baliknya berkas perkara tersebut harus dibatasi, kalau memang tidak sesuai dengan aturan lebih baik didrop saja,” katanya.
Sementara itu, Badan Pekerja Kontras Surabaya Fatkhul Khoir mengatakan, kegiatan itu bertujuan untuk melihat kasus apa saja yang terjadi akibat kasus kriminalisasi ini.
“Dari situ kemudian dibuat kajian dan nantinya akan dilanjutkan untuk membuat masukan terkait dengan masalah revisi KUHP tersebut,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan