Jakarta, Aktual.com – Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia (BWI) Prof Muhammad Nuh mengatakan pelatihan dan sertifikasi kompetensi pengelola wakaf atau nazhir kunci meningkatkan kinerja perwakafan Indonesia.
“Pelatihan dan sertifikasi kompetensi nazhir dan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Penerima Wakaf Uang (PWU) merupakan kunci tingkatkan kinerja perwakafan Indonesia,” kata Nuh di Jakarta, Sabtu (29/10).
Ia mengungkap, potensi wakaf uang di Indonesia diperkirakan mencapai Rp180 triliun dan berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakaf uang bisa dilakukan melalui LKS PWU.
“Namun, potensi wakaf senilai Rp180 triliun belum tercapai, maka perlu langkah strategis yang harus dijalankan oleh aktor utama dalam pengelolaan perwakafan nasional dalam hal ini nazhir,” katanya.
Ia menjelaskan, langkah strategis itu diperlukan agar dapat melakukan akselerasi dalam mengembangkan dan membesarkan aset wakafnya dengan melakukan upgrading serta peningkatan skill kompetensinya.
Untuk meningkatkan kompetensi nazhir, Badan Wakaf Indonesia (BWI) membentuk Lemdiklat dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BWI yang merupakan LSP Wakaf pertama di dunia. Sejak mendapatkan izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada bulan Oktober 2021.
Ketua LSP-BWI, Prof Nurul Huda, mengatakan pihaknya mengadakan uji kompetensi dan sertifikasi bagi 300 peserta dari berbagai instansi di seluruh Indonesia. Sampai saat ini, LSP BWI telah memberikan sertifikasi kompetensi nazhir kepada 1.140 orang dari 24 provinsi di Indonesia.
“Tujuan uji kompetensi dan sertifikasi nazhir untuk meningkatkan penerimaan wakaf uang. Pelatihan dan sertifikasi profesi nazhir ini diberikan kepada LKS PWU agar LKS PWU mempunyai kompetensi untuk merencanakan penerimaan harta benda wakaf,” jelas Huda.
Terdapat tiga aspek pada nazhir yang ditingkatkan melalui program uji kompetensi dan sertifikasi yakni sikap, pengetahuan dan kemampuan.
Ia menjelaskan, aspek sikap nazhir, artinya bagaimana saat menerima wakaf dan bagaimana dia menerima wakaf, bagaimana memperlakukan pemberi wakaf.
Kemudian, dari aspek sisi pengetahuan, nazhir ditingkatkan ilmunya mulai dari menerima harta wakaf, menjaga harta wakaf, mengelola harta wakaf, dan mengembangkan harta wakaf sampai membuatkan pelaporan harta wakafnya.
“Itulah pengetahuan atau ilmu yang harus dimiliki nazhir,” terang Huda.
Kemudian dari sisi kemampuan, nazhir diminta untuk membuat laporan dengan menggunakan keahlian-keahlian yang spesifik. Maka harus ada pembekalan, pelatihan dan diuji untuk sertifikasi kompetensinya.
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin