Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia (BI) mengumumkan, posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia di akhir Februari 2016 tercatat mencapai angka US$ 104,5 miliar.
Dengan angka itu berarti ada penambahan US$2,4 miliar dari bulan sebelumnya yang sebesar US$102,1 miliar. Namun sayangnya, lonjakan cadev itu disebabkan adanya penarikan pinjaman pemerintah.
Gubernur BI, Agus Martowardojo mengakui, cadev itu salah satunya diakibatkan penarikan pinjaman pemerintah.
“Cadev sudah diumumkan naik, tentu nanti akan ada penjelasan dalam banyak hal. Ini peran penerimaan devisa dari hasil migas dan dari penarikan pinjaman pemerintah,” ujar Agus di Jakarta, Senin (7/3).
Dengan kondisi itu, ditopang juga oleh peran rupiah yang semakin menguat. “Penguatan rupiah karena perkembangan regional artinya negara di luar yang memberikan sentimen positif ke Indonesia,” imbuhnya.
Namun dirinya enggan mengomentari terkait peluang volatilitas rupiah yang masih tinggi. “Sebaiknya jangan terlalu bicarakan tentang volatilitas (rupiah) yang terlalu tinggi,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, peningkatan cadev tersebut berasal dari penerimaan devisa minyak dan gas bumi serta penarikan pinjaman pemerintah.
“Kenaikan cadev sebesar US$2,4 miliar itu bersumber dari hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valuta asing yang jauh melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah itu,” tegas Tirta.
Dengan posisi tersebut, sebut Tirta, posisi cadangan devisa per akhir Februari 2016 tersebut cukup untuk membiayai 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Lebih lanjut Tirta menjelaskan, besaran cadev tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
“BI menilai bahwa besaran cadev itu mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi ke depan,” tegas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka