Jakarta, Aktual.com – Aktivis Anti Korupsi Indonesian Corruption Watch (ICW) Emmerson Juntho menegaskan, sepanjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri, belum seorang pun yang pernah terbebas saat terkena operasi tangkap tangan (OTT).
Pernyataan ini dilontarkannya sebagai reaksi dari perpanjangan masa penahanan Bupati Ngada non aktif, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae (MS), selama 30 hari.
“Tidak pernah ada dalam sejarahnya, seorang pelaku utama yang terkena OTT KPK bisa bebas dari jeratan hukum KPK. Kalau sopir atau kurir yang terkait kasus itu pernah ada. Karena memang, dia bukan pelaku utama,” jelas Juntho di Jakarta, Selasa (15/5) kemarin.
Karenanya, Juntho menjelaskan, tidak mungkin hanya karena masa penahanannya diperpanjang kemudian disimpulkan yang bersangkutan akan terbebas dari jerat hukum.
“Kalau kenapa alasan KPK melakukan perpanjangan masa penahanan, itu domain KPK,” ujar Juntho.
Sebelumnya, KPK memperpanjang masa penahanan Marianus Sae, selama 30 hari. Hal ini diungkapkan juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta pada Selasa (8/5) lalu.
“Hari ini penyidik melakukan perpanjangan penahanan (MS) mulai 13 Mei sampai 11 Juni 2018,” ujar Febri Diansyah.
Seperti diketahui, KPK telah menahan Marianus sejak 12 Februari 2018 lalu. Bupati dua periode ini ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Provinsi NTT.
Namun, kontroversi perpanjangan masa penahanan MS kini menjadi sorotan sejumlah kalangan. Para pendukung MS menyebar opini bahwa MS akan terbebas dari jerat hukum KPK.
Senada dengan Juntho, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi juga menegaskan tidak mungkin seorang tersangka utama yang terkena OTT KPK bisa terbebas dari jeratan hukum. Karena KPK sudah pasti selektif dan detil dalam melakukan operasi.
Sehingga, menurut Uchok, siapapun yang terkena OTT KPK jelas memiliki bukti yang kuat kalau yang bersangkutan memang terbukti melakukan pelanggaran hukum, terkena kasus korupsi atau suap.
“Kalau KPK memperpanjang masa penahanan Marianus Sae, bukan berarti bisa dikatakan dia akan terbebas dari jerat hukum. Bagi saya kesimpulan itu terlalu naif, atau jangan-jangan memang sengaja dibangun opini seperti itu untuk kepentingan tertentu, politik misalnya,” ulas Uchok.
Karena itu, Uchok menegaskan, masyarakat NTT diminta untuk lebih jernih dalam memahami opini yang berkembang.
“Mana mungkin seorang pelaku utama yang terjerat OTT KPK bisa bebas? Secara logika saja itu sudah tidak mungkin,” tegas Uchok.
Ditambah lagi, lanjut Uchok, KPK tudak mungkin menjatuhkan kredibilitas lembaganya yang selama ini dikenal mumpuni dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Tidak pernah ada dalam sejarah proses hukum di Indonesia, ada tersangka yang terkena OTT KPK itu bisa bebas. Ini opini yang sengaja dibangun untuk mempengaruhi masyarakat. Saya harapkan, masyarakat NTT bisa lebih jeli dan cerdas dalam melihat persoalan ini,” tutup Uchok seraya berharap.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan