Jakarta, Aktual.com – Laju pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2016 memang masih menyisakan tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah. Jika tantangan ini tak mampu diatasi jangan harap pertumbuhan bisa lebih tinggi.
Beberapa tantangan itu seperti kekurangan infrastruktur, sehingga mrmbatasi efisiensi dan kapasutas produksi dalam negeri. Kemudian struktur produksi dalam negeri yang masih sangat tergantung pada komoditas primer dan pengolahan yang menghasilkan nilai tambah yang rendah.
“Dan yang terpenting masih adanya kesenjangan ekonomi antar daerah dan kelompok pendapatan. Itu yang harus diperbaiki pemerintah. Selain juga ada keterbatasan sumber pembiayaan jangka panjang,” tutur Sekretaris Perusahaan PT BNI (Persero) Tbk, Ryan Kiryanto dalam diksusi Economic Outlook 2017, di Jakarta, Selasa (15/11).
Apalagi soal pendapatan masyarakat ini akan sangat terkait dengan daya beli masyarakat. Untuk itu, pemerintah diminta untuk terus mengelola tingkat inflasi yang rendah serta menciptakan iklim usaha yang kondusif agar bisa menarik minat investasi.
Ditambah lagi, tantangan dari pertumbuhan ekonomi semester II-2016 ini adanya pemotongan belanja dari APBN Perubahan 2016 sebesar Rp133,8 triliun. Di mana penyebabnya adalah, penerimaan negara dari sisi pajak yang akan berkurang sebanyak Rp219 triliun dari target.
“Padahal pemangkasan anggaran ini akan menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,1%,” ujar Ryan.
Belum lagi bicara risiko perlambatan ekonomi global yang masih dengan ketidakpastian. “Di saat bersamaan, ekspansi swasta juga belum bergairah, ini yang akan membatasi pertumbuhan ekonomi di semester II-2016 itu,” jelasnya.
Sementara untuk tahun depan, kata dia, banyaknya paket-paket kebijakan ekonomi hingga ada 14 paket masih akan belum berdampak positif terhadap pertumbuhan di semester I-2017.
“Sejauh ini kan (paket kebijakan) belum menumbuhkan hasil. Kemungkinan baru akan terlihat pada semester II-2017. Tapi tetap saja, harus dengan catatan ada perbaikan dalam implementasi di lapangan,” ujar Ryan.
Faktor global juga di tahun depan masih tetap berdampak negatif. Apalagi, menurut Ryan, prospek perekonomian AS juga mrnjadi persoalan tersendiri pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Ditambah lagi perekonomian China, Uni Eropa, dan Jepang diperkirakan masih melambat dan stagnan.
Akibatnya, kata dia, permintaan barang dan volume perdagangan dunia masih tetap lemah. Karena terus melambatnya perekonomian China yang berdampak eskalatif.
“Sebagai bukti nilai ekspor Januari-Juli 2016 cuma mencapai US$ 79,08 miliar atau menurun 12,02% dibanding periode yang sama 2012. Juga ekspor non migas capai US$ 71,59 miliar atau menurun 8,78%,” pungkas mantan Kepala Tim Ekonomi BNI ini.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan