Jakarta, Aktual.com – Pasca bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve menaikan suku bunganya belum lama ini, Bank Indonesia mengakui adanya arus dana keluar (capital outflow). Kondisi itu dikhawatirkan BI akan mengganggu nilai tukar rupiah, kendati saat ini masih relatif stabil.
“Jadi, ada capital outflow kembali ke AS. Tapi kan bukan hanya terjadi di Indonesia yang memang telah memicu volatilitas rupiah hingga 12 persen. Tapi negara lain juga mengalami capital outflow,” tutur Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, di Jakarta, Jumat (24/3).
Meski begitu, klaim Mirza, volatilitas rupiah memang relatif masih rendah, hal ini menunjukkan bahwa secara umum situasi perekonomian di Indonesia semakin membaik dan stabil.
“Persepsi terhadap Indonesia juga positif kok. Tetapi, kita tidak boleh cepat berpuas diri, karena pekerjaan masih banyak,” ungkap Mirza.
Dalam beberapa pekan ini, rupiah memang cukup volatile. Dalam beberapa kali mengalami pelemahan, namun kemudian juga menguat tak lepas di angka Rp13.300-an. Saat ini, Jumat, 24 Maret 2017, rupiah di level 13.329 per dollar AS.
“Angka itu (Rp13.300-an), bagi kami cukup baik. (Mata uang) Indonesia tidak terlalu kuat dan juga tidak terlalu lemah,” dalih dia.
Namun demikian, kata dia, laju rupiah di hari ini masih berada dalam kategori undervalue. Makanya, pihaknya mengaku masih nyaman. Apalagi, sejauh ini pergerakan rupiah sudah berada dalam taraf yang stabil, jika dibandingkan pada 2013 saar periode akhir quantitative easing (QE) yang dilakukan pemerintah AS.
“Pada periode taper tantrum itu, saat AS mengumumkan mengurangi kurangi QE di 2013, ada kenaikan capital outflow. Itu sangat memukul rupiah,” pungkasnya.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan