Jakarta, Aktual.com – Sifat keras kepala dan sulit diatur sebenarnya merupakan cara si kecil untuk belajar soal kebebasan dan batasan-batasan perilaku yang bisa diterima dan yang tidak. Ketika si kecil melakukan sesuatu, misalnya ia tidak mau mandi atau tidak mau tidur, ia akan melihat seperti apa reaksi Anda untuk menentukan apakah tindakan ini boleh ia lakukan atau tidak.

Contoh lainnya adalah ketika ia ingin jajan sesuatu tapi tidak Anda bolehkan. Mereka bisa menangis merengek hingga tantrum agar keinginannya terpenuhi. Rengekan dan amukan anak adalah caranya berkomunikasi dengan Anda untuk bertanya, “kenapa, sih, aku nggak boleh jajan itu?”

Sifat keras kepala juga bisa menjadi caranya untuk menunjukkan pada Anda bahwa ia sudah merasa bisa melakukan sesuatunya sendiri. Anak-anak balita memang cenderung akan lebih aktif dan tidak sabaran, sehingga merasa tidak membutuhkan bantuan orang lain.

Meski merupakan bagian alami dari tumbuh kembang anak, sifat keras kepala tidak boleh terus dibiarkan hingga ia dewasa nanti.

Cara mengatasi anak keras kepala

Menghadapi anak keras kepala memang membutuhkan kesabaran yang lebih dari biasanya, tapi tidak perlu sampai tarik urat apalagi menjewer dan mencubit. Salah-salah, anak bisa semakin membangkang.

Hal-hal berikut bisa Anda lakukan saat menghadapi anak yang susah diatur.

1. Dengarkan pendapat atau keinginannya

Begitu si kecil mulai ngotot untuk mendapatkan keinginannya, misalnya tidak mau tidur malam, tarik napas sejenak dan dengarkan apa alasannya. Jika belum apa-apa Anda langsung melarangnya untuk begadang, anak akan cenderung langsung membantah dan marah.

Jangan langsung melarang atau tidak memperbolehkannya tidur malam, tapi tanyakan dengan tenang “Kenapa kamu nggak mau tidur sekarang, dek?” Jika ia menjawab karena masih ingin nonton kartun favoritnya, Anda bisa coba untuk mengingatkannya dengan nada yang tegas dan alasan yang jelas seperti, “Ini sudah kelewat malam, lho. Besok, kan, kamu harus sekolah.”

Anak pun akan belajar bahwa Anda tidak menyetujui perilakunya karena memang yang ia lakukan tidak tepat, bukan hanya karena “pokoknya tidak boleh”.

2. Jangan memaksanya, buatkan pilihan

Bila Anda tidak berhasil membujuknya, Anda tidak boleh memaksanya untuk tidur. Ini akan membuat anak semakin membantah dan memperburuk suasana. Anda perlu memperhatikan pilihan kata, nada suara, atau tindakan yang Anda gunakan.

Sebagai gantinya, duduklah di sampingnya, tunjukkan ketertarikan Anda dengan siaran TV yang ditontonnya. Saat Anda menunjukkan kepedulian, anak akan merespons bahwa Anda menghargai apa yang ia inginkan.

Selang beberapa saat barulah ajukan pilihan untuk anak. Misalnya, pilihan untuk terus begadang atau berikan tantangan untuk bangun pagi selama 10 hari berturut-turut untuk mendapatkan hadiah.

Anak yang keras kepala biasanya lebih aktif dan menyukai tantangan. Bisa juga disiasati dengan menawarkan permainan seperti berlomba siapa yang paling cepat sampai ke kamar tidur dan berganti piyama.

3. Jangan jadi keras kepala di depan anak

Anak belajar dari apa yang dilihatnya sehari-hari. Maka jika dalam keseharian Anda menunjukkan sifat yang keras kepala terhadap hal-hal yang kecil sekalipun, jangan heran jika anak Anda juga jadi memiliki sifat demikian.

Hampir setiap orangtua pasti pernah menghadapi anak keras kepala yang menangis meraung-raung supaya keinginannya dituruti. Misalnya, karena tidak mau berbagi mainannya dengan teman. Kebanyakan orangtua cenderung langsung naik pitam “Stop nangisnya!” atau (amit-amit) “Kalau nggak berenti nangis, ayah pukul, ya!”

Daripada marah dan mengancam yang bisa bikin suasana makin panas, lebih baik sampaikan baik-baik seperti, “Ayah tahu kamu marah, tapi kalau kamu menangis terus Ayah nggak tahu kamu maunya apa. Coba pelan-pelan bilang ke Ayah.” Dengan begitu, anak akan belajar bahwa ngambek tidak akan membuat keinginannya terpenuhi, tapi justru dengan bicara baik-baik.

Ketika ia berhasil menyampaikan bahwa ia tidak ingin berbagi mainan favoritnya, Anda bisa sengaja bermain bersama dengan anak dan mainannya. Kemudian Anda bisa pura-pura meminjam mainan tersebut dengan sopan.

Saat si kecil mencoba merebut mainan dari tangan Anda, mengalahlah dan tetap ajak anak bermain bersama dengan tenang. Tunjukkan bahwa mainan tersebut bisa sebenarnya dipakai bersama. Tunjukkan juga bahwa dengan meminjamkan mainannya, si kecil juga bisa bertukar mainan si teman sehingga pilihannya makin beragam

Anda juga bisa memberikan mainan itu kembali pada anak dengan syarat seperti, “Iya boleh, tapi nanti kalau sudah selesai kembalikan lagi pada Ibu, ya.” Dengan begitu, anak pun belajar bagaimana caranya meminjam sesuatu dan apa yang harus dilakukan kalau seseorang berusaha mengambil sesuatu darinya.

4. Biarkan anak belajar dari pengalaman

Anak memang sering kali susah untuk diatur. Misalnya, saat Anda tidak memperbolehkan anak main air karena akan terpeleset. Melarangnya melalui kata-kata kadang tidak cukup berhasil, mungkin Anda perlu memberinya sedikit kebebasan agar mereka bisa memahami apa ingin Anda sampaikan melalui pengalaman. Ini akan memberikan pelajaran penting sehingga dia tidak akan mengulangi hal yang sama.

Anak membutuhkan peraturan untuk tetap disiplin. Ini mengajari anak untuk tahu apa konsekuensi yang harus didapatnya dari perilakunya yang baik atau buruk. Buatlah hukuman secara tepat dan bijak, yang membuat anak menyadari bahwa yang dilakukannya itu salah, apalagi untuk akan yang keras kepala. Anda bisa menghukumnya dengan mengurangi jam main atau menonton tv atau dengan memberinya tugas untuk membereskan mainannya sendiri.

Hellosehat

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta