Mahfud pun menjawabnya dengan cukup gamblang. Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara UII ini, membolehkan atau melarang sesuatu tindakan, termasuk praktik zina, bukanlah ranah yudikatif, melainkan wewenang dari DPR sebagai pembuat undang-undang.

Penolakan MK untuk memberikan tafsir, lanjutnya, karena perbuatan zina sudah jelas dilarang oleh KUHP. Larangan tersebut pun dikatakan oleh Mahfud sudah dimasukkan dalam rancangan undang-undang (RUU) KUHP yang tengah digodok di DPR.

“Bukan begitu, mengatur untuk membolehkan atau melarang sesuatu adalah ranah legislatif, bukan ranah yudikatif. MK menolak memberi tafsir karena sudah diatur jelas di KUHP, zina tetap dilarang. Di dalam RUU KUHP yang sekarang hampir diundangkan, itu sudah diatur dengan lebih tegas. Itu saja kita kawal,” balas Mahfud kepada @zamzami59.

Rencananya, RUU KUHP akan disahkan pada Januari 2018 atau sebulan dari sekarang. Mahfud berharap masyarakat dapat mengawal RUU ini agar praktik zina dan kumpul kebo atau kelompok LGBT tidak merajalela di tanah air.

Laporan: Teuku Wildan A

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby