Jakarta, Aktual.com — Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Dr Romli Atmasasmita MH memiliki sejumlah catatan kritis terhadap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah digodok oleh komisi III DPR RI.

Salah satunya, kata Romli, ketentuan tentang penerapan asas berlaku universal.

“Soal asas pemberlakukan KUHP, di sini ada kekeliruan tentang asas berlaku universal. Sebetulnya bila dibaca soal universal di sini, misalnya pasal 6 pada buku 1 itu, bukan universal sebetulnya, itu soal perluasan yuridiksi Indonesia ke luar dari batas teritorial,” ucap Romli dalam acara diskusi forum legislasi bertajuk ‘Revisi UU KUHP, di Gedung DPR RI, Senayan, Selasa (15/9).

Ia menjelaskan, bila yang dimaksud dengan universal artinya setiap tindak pidana dimana pun, oleh siapapun dan di negara manapun dapat diterapkan hukum yang berlaku di negara tersebut.

“Seperti penerapan yang dianut oleh Belgia soal asas universal, seperti pelanggaran ham berat,” ucap dia.

“Dan ini bahayanya, dalam kepetingan Indonesia, manakala orang kita ada pelanggaran pidana saja, lalu dia kemana-mana bisa diuber negara lain. Artinya, di negara lain asas universal itu sangat limitatif untuk kejahatan tertentu tidak untuk KUHP seperti ini,” sebutnya.

Oleh karena itu, sambung dia, perlu kejelian komisi III untuk membahas kembali pemberlakuan KUHPkeluar batas teritorial.

“Memang ada baiknya namun dibatasi hanya pada pelanggar tertentu Ham berat. Kalau berdasarkan pasal 5 itu ada 4 (Internasional Criminal Court) Genosaid, Crimes Against Humanity, War Crimes, dan seterusnya. Jangan lebih dari itu, karena bila masuk semua bagaimana nasib orang kita kalau kemana-mana. Lebih gampang negara asing intervensi kita, ketimbang kita intervensi negara lain,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang