Jakarta, Aktual.com – Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengungkapkan pilot senior Garuda saja pendapatan perbulannya bisa sampai Rp 150 juta. Sedangkan pendapatan jajaran direksi jauh lebih besar. Contohnya, tahun 2016 Badan Usaha Milik Negara ini membutuhkan Rp1,7 miliar untuk gaji seorang direktur. Padahal tahun ini, direktur Garuda sudah berjumlah enam orang.
“Empat orang direktur saat itu, uang negara yang dikeluarkan dalam satu tahun sampai Rp20 miliar. Namun ternyata tidak serta merta meningkatkan kinerja perusahaan pelat merah ini. Terlihat dari laporan kerja operasional PT Garuda, di mana pertumbuhan penumpang dari tahun ke tahun justru mengalami penurunan,” ujar Jajang Nurjaman dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu (12/5).
Dirinya melanjutkan, dalam kurun waktu 2013 ke 2014, pertumbuhan penumpang garuda sanggup menyentuh angka 4.174.038 orang. Selanjutnya antara 2014 ke 2015 pertumbuhan penumpang garuda justru menurun drastis menjadi 3.821.750 . Terdapat penurunan yang sangat tinggi sebanyak 352.288 penumpang.
“Lebih parah lagi pertumbuhan penumpang di tahun 2015 ke 2016, Garuda hanya sanggup menambah 2.038.820 penumpang. Ini berarti maskapai penerbangan milik negara ini kehilangan pelanggan sebanyak 1.782.930,” jelasnya.
Di tahun 2016, garuda benar-benar jatuh. Bahkan Rini Soemarno Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) turun tangan dengan mengganti direktur utama (Dirut) garuda Arif Wibowo. Namun meskipun sudah diisi Dirut baru yakni Pahala N Mansury, di tahun selanjutnya 2017 kinerja garuda masih terseok-seok. Pertumbuhan penumpang di tahun 2017 masih mandeg di angka 2.936.181. Masih sangat jauh dari pencapaian 2013-2014 sebanyak 4.174.038 orang. (Baca:Serikat Pekerja Minta Direksi Dievaluasi)
“Merosotnya pertumbuhan penumpang dari tahun ke tahun, dampaknya sangat fatal, bisa bisa terbang Tinggi menuju ke arah ke bangkrutan. Kerugian Garuda ditaksir bisa msampai Rp2 triliun pada akhirnya tahun 2017. Pada akhir maret 2018 Garuda Indonesia juga Rugi sampai sebanyak USD 67.572.839 atau setara dengan Rp.878.446.907.000. Hal ini disayangkan karena maskapai kebanggaan masyarakat Indonesia nasibnya terseok-seok jauh tertinggal dari maskapai milik negara tetangga seperti Singapura Airlines,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka