Jakarta, Aktul.com – Direktur Center for Budget Analisyst, Uchok Sky Khadafi menilai, saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi mulai banyak takut, dibandingkan keberanianya dalam memberantas korupsi.
Tidak heran, dalam menangani kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, KPK tidak bergerak. Padahal menurut Uchok, saat ini rakyat berharap KPK lebih berani dan berperan dalam pemberantasan rasuah.
“Terkait kasus e-KTP yang terkesan jalan di tempat, dalam kasus e-KTP ini KPK harus berani menetapkan tersangka baru. Data persidangan di Pengadilan Tipikor sudah banyak beredar dipubik. Jika tidak bergerak maka bisa membuat publik sinis ke KPK,” kata Uchok kepada wartawan, Senin (12/8).
Satu di antara yang disorot publik adalah politikus Golkar yakni Melchias Markus Mekeng. Sejumlah saksi di Pengadilan Tipikor dan KPK sudah banyak yang menyebut dugaan keterlibatan Mekeng di proyek itu.
Bahkan Anggota DPR Komisi XI dari fraksi Golkar Ahmadi Noor Supit usai menjalani pemeriksaan di KPK juga bersuara, yang menjabat sebagai ketua Banggar ketika pembahasan proyek e-KTP bergulir adalah Melchias Markus Mekeng.
“E-KTP bukan jaman saya ketuanya [Banggar], ketuanya adalah Pak Mekeng,” ujar Ahmadi di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (7/5) lalu.
Dalam dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, nama Mekeng jug disebut menerima aliran dana korupsi e-KTP sebesar 1,4 juta dollar AS. Selain itu, mantan ketua DPR Setya Novanto pun menyebut bahwa Mekeng menerima aliran dana korupsi e-KTP senilai 500 ribu dollar AS.
Tapi, Mekeng pun telah membantah hal ini. Dia mengklaim tidak pernah menerima duit suap terkait proyek e-KTP. “Yah palsu lah, itu mah hoaks, 1,4 (juta dollar AS) jadi 500 (ribu dollar AS). Mereka yang makan, saya yang dikena-kenain (dituduh),” kata Mekeng, di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (22/3).
Selain Ahmadi, KPK juga memeriksa mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.
Selain itu diperiksa juga anggota DPR Agun Gunandjar Sudarsa dan Melchias Marcus Mekeng serta anggota DPR periode 2009-2014 Chairuman Harahap. Para saksi tersebut diperiksa untuk tersangka Markus Nari.
Markus Nari merupakan tersangka kedelapan dalam kasus e-KTP ini. Markus telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus e-KTP sejak 2017 silam. Dalam kasus ini, Markus diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran e-KTP.
Pada tahun 2012, saat itu dilakukan proses pembahas anggaran untuk perpanjangan proyek e-KTP sekitar Rp 1,4 triliun. Markus diduga meminta uang kepada Irman, pejabat Kemendagri saat itu.
Markus diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar. Sebagai realisasi permintaan tersebut, ia diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar. Di sisi lain, Markus terjerat dalam perkara menghalangi proses hukum kasus korupsi e-KTP.
KPK resmi menahan Markus Nari pada 1 April 2019. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Markus Nari ditahan selama 20 hari pertama untuk menjalani pemeriksaan.
Markus sebenarnya sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juli 2017 silam. Saat itu, KPK menduga Markus berperan dalam memuluskan pembahasan anggaran dan penambahan anggaran di proyek e-KTP.
Selain itu, Markus Nari juga diduga memperkaya sejumlah korporasi dalam proyek e-KTP. Febri mengatakan, pada 2012, Markus Nari diduga ikut berperan mengatur pembahasan perpanjangan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp1,49 triliun. Markus juga diduga meminta uang kepada Irman sebesar Rp5 miliar.
KPK menjerat Markus dengan pasal 3 dan pasal 2 ayat 1 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Penetapan tersangka kepada Markus Nari itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya Markus telah disangkakan melanggar pasal 21 UU Tipikor lantaran berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses pemeriksaan di sidang pengadilan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto dalam sidang perkara e-KTP serta penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani.
Artikel ini ditulis oleh: