Jakarta, Aktual.com – Mulai 22 Oktober 2016 lalu, tarif jalan tol yang dikelola oleh PT Jasa Marga (Persero)Tbk (JSMR), yaitu rute Jakarta-Cikampek uda berlaku taif baru. Kebijakan ini dirasa akan merugikan masyarakat.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyebut, kebijakan kenaikan tarif tol ini telah menjadi beban biaya baru bagi pelanggan tol.
“Dan kenaikan ongkos tol ini seperti harga bahan pokok yang terus naik dan tak bisa dikendalikan pemerintah Jokowi. Padahal, Presiden bisa kalau ada kemauan dari pemerintah,” jelas Uchok di Jakarta, Minggu (30/10).
Menurutnya, penyebab selalu naiknya tarif tol ini biang keroknya adalah UU No. 38 tahun 2004. Karena dalam UU tersebut, setiap dua tahun sekali operator jalan tol seperti JSMR berhak menaikan tarif tol. Sehingga UU inipm perlu direvisi.
“Padahal, dengan adanya kenaikan tarif jalan tol ini yang paling “happy” alias senang atau berpesta sekali adalah jajaran direktur utama, dan anggota direksi lainnya. Karena mereka lah yang paling diuntungkan,” jelasnya.
Dengan kenaikan tarif tol itu, kat dia, pasti JSMR akan untung besar. Akan tetapi yang jadi masalah, keuntungan besar itu hanya akan dikantongi jajaran direks saja.
“Berdasar yang sudah-sudah, kalau ada penambahan keuntungan besar bagi perusahaan, maka jajaran direktur utama dan anggota direksi lain akan cepat jadi orang kaya. Karena dapat penambahan penghasilan yang luar biasa terutama dari tantiem,” ungkap Uchok.
Dia memberi contoh kejadian 2015 lalu. Penghasilan untuk dirut dan para anggota direksi lainnya, total anggarannya sebesar Rp23,7 miliar.
“Ini sungguh mahal. Dan mereka digaji besar keenakan. Padahal, tanpa mereka, atau kerja mereka hanya tidur saja, pelayanan jalan tol tetap jalan,” sindirnya.
Dana sebanyak itu, kata Uchok, terbagi dalam gaji dirut sebesar Rp118 juta perbulan, sedangkan gaji anggota direksi lain sebesar 90 persen dari gaji dirut atau Rp106,2 per bulan.
“Gaji sebesar itu sangat tak masuk akal. Bandingkan dengan anggota DPR yang gajinya kecil,” kata dia.
Itu artinya, perlu ada tekanan politik kepada Menteri BUMN Rini Soemarno agar ada rasionalisasi atau pengurangan atas penghasilan direksi JSMR.
Apalagi selain gaji, kata dia, ada juga tunjangan lain seperti tunjangan perumahan sebesar Rp.330.000.000 pertahun, dan juga THR, yang besarannya satu bulan gaji. Jadi, pada 2015 lalu, total penghasilan dirut sebesar Rp4,8 miliar, atau setiap bulan berpenghasilan sebesar Rp405,2 juta perbulan, dan setiap hari berpenghasilan sebesar Rp13,5 juta perhari.
“Sedangkan para direksi total penghasilan mereka sebesar Rp4,4 miliar, dan perbulan akan menghasilkan sebesar Rp367,5 juta perbulan, dan setiap hari, punya penghasilan sebesar Rp12,2 juta perhari,” pungkas Uchok.
Penyesuaian tarif tol baru Jaarta-Cikampek diatur dalam Pasal 48 ayat 3 UU Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan Tol dan Pasal 68 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol.
“Di dalam dua aturan tersebut evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali, yakni tahun genap dan tahun ganjil dan untuk Tol Jakarta-Cikampek semestinya tahun 2015 akhir sudah naik,” tegas Anggota Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian PUPR Unsur Profesi, Koentjahjo Pamboedi, belum lama ini.
Keterlambatanan ini, lanjut Koentjahjo terjadi lantaran Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yakni Jasa Marga mesti memenuhi terlebih dahulu kriteria standar pelayanan minimum (SPM) Tol Jakarta-Cikampek dan BPJT juga melakukan inspeksi untuk seluruh ruas di tol tersebut.
Kenaikan tarif tol ini sesuai dengan Keputusan Menteri PUPR Nomor 799 Tahun 2016 yang dikeluarkan pada 14 Oktober lalu. Dan penyesuaian tarif tol tersebut dihitung berdasarkan angka inflasi selama 2 tahun terakhir, dan dimaksudkan agar BPJT dapat melakukan pengembalian investasi sesuai dengan rencana bisnisnya.
Serta penyesuaian tarif tol Jakarta-Cikampek ini dihitung dari besaran inflasi di wilayah Bekasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar 8,13%.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka