Penyidik KPK bergegas seusai melakukan penggeledahan rumah Direktur Utama PLN Sofyan Basir di Jalan Bendungan Jatiluhur, Bendungan Hilir, Jakarta, Minggu (15/7). KPK melakukan penggledahan tersebut sebagai tindak lanjut operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih terkait kasus suap pembangunan PLTU Riau-1. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Petugas KPK melakukan penyitaan terhadap Close Circuit Television (CCTV) dan sejumlah dokumen dari penggeledahan di tiga lokasi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

“Dari ketiga lokasi disita dokumen terkait latar belakang penunjukan perusahaan Blackgold, dokumen perjanjian dan skema proyek dan dokumen lain terkait proyek PLTU Riau-1, dokumen rapat, CCTV dan alat komunikasi,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (17/7).

Pada Senin (16/7) KPK menggeledah kantor Pembangkit Jawa Bali (PJB) I di gedung Indonesia Power yang merupakan anak perusahaan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), ruang kerja tersangka Eni Maulani Saragih di gedung DPR RI dan kantor pusat PLN. Ketiganya ada di Jakarta.

“Penggeledahan di kantor tersangka EMS (Eni Maulani Saragih) di DPR selesai sekitar pukul 22.00, sedangkan di PJB I di sekitar pukul 01.00 dan di gedung PLN setelah itu,” tambah Febri.

KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.

KPK pada Minggu (15/7) telah menggeledah rumah Dirut PLN Sofyan Basir di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari “commitment fee” sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sebelumnya Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga.

Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai tersangka penerima suap yaitu Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan