Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi membantu pemerintah daerah Sumatera Utara, Riau dan Banten untuk mencegah korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
“Sumut, Riau dan Banten kita dahulukan, kita ingin segera membantu pemda untuk bisa mencegah korupsi dari awal,” kata Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis (11/2).
Konferensi pers tersebut juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Sumatera Utara Hasban Ritonga, Sekda Riau M Hafiz dan Sekda Banten Ranta Suharta.
“Sengaja kita undang Sekda, karena inilah yang paling tinggi di daerah birokrasi. Sekda adalah jabatan karir pegawai pemda tertinggi, kalau gubernur, wali kota dan bupati datang dan pergi, jadi kita minta sekda ke sini,” ujar Pahala. Selanjutnya KPK juga akan mengundang Sekda Papua, Papua Barat dan Aceh.
Menurut Pahala, KPK memiliki program untuk membekali 261 orang pimpinan daerah yang baru terpilih untuk segera mengimplementasikan “e-budgeting”, “e-procuremen”t dalam pengadaan barang dan jasa; Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta perizinan Sumber Daya Alam.
“Pertama KPK akan melakukan pengawalan proses APBD mulai dari perencanaan sampai implementasinya, bukan pengawalan audit, tapi yang kita dapat cerita dari tiga Sekda bahwa mereka menghadapi intervensi yana sangat kuat dari luar, kita sebut saja dari DPRD Kita ingin kawal supaya program APBD sesuai dengan musrembang (musyawarah perencanaan pembangunan),” tambah Pahala.
Kedua, KPK juga akan melakukan pengamatan terhadap pengadaan barang dan jasa.
“Jadi sistem boleh di-install, tapi kita akan diberitahu oleh pemda di titik mana yang kira-kira kritis dan kita boleh datang untuk rapat pengadaan barang jasa. Jadi ada beberapa model pengawalan yang KPK lakukan.
Pertama, misalnya, ketika mengikuti rapat yang kira-kira penting, kedua soal proses pengadaan barang dan jasa secara langsung dan ketiga mungkin KPK akan mempunyai MoU (Nota kesepahaman) atau sejenisnya.
“Beberapa Sekda bahkan mengatakan kalau MoU tetap tidak didengar, mungkin kita undang untuk mengobrol langsung ke KPK,” ungkap Pahala.
Menurut Pahala, KPK juga akan memfasilitasi perbaikan sistem di dalam, misalnya, penggajian.
“Kita ‘fair’ saja, birokrasi susah kerja lurus kalau gaji pas-pasan. Mungkin Pemda boleh datang berkunjung ke Pemda Jateng, tidak ada lagi honor, dikumpulin tunjangannya jadi satu. Efeknya adalah orang yang membuat proyek juga malas karena tidak ada honor,” tambah Pahala.
Ketiga, KPK ingin perizinan terbuka yang tidak hanya diterapkan untuk PTSP, tapi perizinan sumber daya alam.
“Perkebunan dan pertambangan di APBD sangat kecil karena memang fungsi izin untuk regulasi bukan untuk pendapatan daerah, tapi kita tahu itu bernilai besar termasuk intervesni lain untuk menekan perizinan, misalnya pertambangan dilelang saja di tingkat provinsi, kalau, misalnya, Pemda mau menciptakan sistem pelelangan kita sudah bicara ke Dirjen Mineral dan Batu Bara yaitu terkait bagaimana proses dan kewajiban, termasuk kalau pemda ingin memperbaiki struktur APBD,” kata Pahala.
Selanjutnya, KPK meminta pemda-pemda tersebut untuk menyusun rencana aksi setiap tiga bulan sekali mengenai apa yang akan mereka lakukan.
“Misalnya, KPK akan memfasilitasi kunjungan ke Pemda DKI supaya bisa implementasi e-budgeting. Setiap tiga bulan kita akan ‘review’, kita harapkan pengelolaan APBD dan proses izin di daerah dan pengadaan barang dan jasa, bansos hibah juga bisa lebih terbuka dan lebih transparan sehingga teman-teman di birokrasi bisa lebih nyaman kerjanya. Intervensi bisa ditanggulangi dengan KPK yang bekerja sama dengan BPKP dan pemda lain,” ujar Pahala.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu