Jakarta, Aktual.com – Terkait maraknya kebocoran penyaluran BBM subsidi jenis solar, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) diminta untuk meningkatkan pengawasan dan turun ke lapangan. Inspeksi mendadak (sidak) penting dilakukan untuk menemukan masalah serta dugaan pelanggaran sekaligus mengamankan proses distribusi BBM subsidi di Tanah Air.
“Sistem digitalisasi distribusi BBM termasuk Solar harus dioptimalkan. Seluruh BBM yang dikeluarkan atau dikonsumsi oleh masyarakat harus tercatat dengan akurat. Selain itu, BPH Migas juga harus melakukan pengawasan BBM subsidi jenis Solar ke lapangan secara langsung. Pasalnya BBM jenis solar cukup rawan diselewengkan,” kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria dalam webinar bertajuk “Menelisik Bisnis BBM Solar di Indonesia” yang digelar Energy Watch bekerja sama dengan Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI) di Jakarta, Kamis (8/4).
Menurutnya, selisih harga solar subsidi dan non subsidi yang cukup besar membuat celah oknum pemburu rente untuk menyelewengkan BBM subsidi ke pihak lain. “Tentunya juga untuk menangguk untung sebesar-besarnya,” kata dia.
Untuk diketahui, kuota BBM Solar tahun 2021 mencapai 15 juta kilo liter (KL) turun dibanding tahun 2020 sebesar 35 juta KL dan tahun 2019 sebesar 38 juta KL. Melalui optimalisasi teknologi informasi, dirinya optimis pengamanan BBM subsidi termasuk solar bisa dioptimalkan lagi.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean mengatakan, BPH Migas harus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi untuk mengontrol dan mengawasi distribusi BBM subsidi agar lebih tepat dan akurat.
“BPH Migas dan aparat keamanan perlu terus berinovasi dan meningkatkan terobosan baru untuk mengawasi dan mengontrol distribusi BBM subsidi ini. Subsidi BBM yang dibayar rakyat melalui APBN harus diamankan dan dipastikan sampai ke tujuan atau yang berhak,” jelasnya.
Dirinya meminta BPH Migas dan TNI/Polri untuk tetap turun langsung ke lapangan agar bisa mengenali masalah yang ada di lapangan. “Seringkali masalah besar justru ditemukan dalam sidak tapi tentunya dengan cara-cara tertutup dan tidak norak. Dan perlu dicatat, akal bulus si pencuri BBM selalu lebih cepat dari aparat yang mengawasinya,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur BBM BPH Migas, Patuan Alfon Simanjuntak mengungkapkan bahwa bisnis ilegal dalam kegiatan bisnis hilir minyak dan gas (Migas) banyak terjadi di perairan NKRI maupun di darat. Bisnis ilegal tersebut menggunakan beragam modus seperti membeli minyak kencing dari Izin Niaga Umum (INU) atau agen.
“Mereka biasanya mencampur dengan jenis bahan bakar lain hasil olah masyarakat seperti minyak zonk yang banyak terjadi di daerah Sumatera atau hasil olahan minyak bekas oli. Serta membeli dari masyarakat tanpa dokumen,” kata Alfon.
Menurut dia, bisnis migas tanpa izin (ilegal) ini sangat merugikan negara. Di dalam UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, Pasal 32, jelas diatur bahwa yang boleh memegang INU adalah Badan Usaha Pemegang Izin Niaga Umum (BUPIUNU) yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM.
“Dan ada kewajiban yang harus dijalani seperti membayar pajak, bea masuk dan pungutan lain atas impor, bea cukai, pajak daerah, retribusi daerah, dan iuran badan usaha yang selama ini dilaksanakan oleh BPH Migas,” sambung Alfon.
Pada tahun 2020, pihaknya berhasil mengamankan penyelewengan BBM solar sebesar 1,8 juta KL atau setara dengan Rp 16,3 miliar. “Dalam menjalankan tugas, kita menjalin kerja sama dengan aparat keamanan baik Polri/ TNI serta Pemda di daerah. Sinergi dan koordinasi dengan mereka terus dioptimalkan di lapangan,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka