Jakarta, Aktual.com – Kesiapsiagaan ideologi menjadi wujud salah satu strategi kesiapsiagaan nasional dari negara untuk mencegah radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Demikian disampaikan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R Ahmad Nurwakhid dalam seminar kebangsaan dan kepemudaan bertajuk “Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Radikalisme dan Terorisme” yang dilaksanakan secara hybrid dan disiarkan langsung di kanal YouTube MT Darul Hasyimi Jogja, dipantau dari Jakarta, Selasa (4/1).
“Kesiapsiagaan nasional di sini (untuk mencegah radikalisme dan terorisme) bukan hanya kesiapsiagaan fisik, pasukan yang dilakukan oleh negara melalui pemerintah dan pihak-pihak terkait, melainkan juga kesiapsiagaan ideologi,” katanya.
Menurutnya kalau kesiapsiagaan tersebut dapat dilakukan melalui vaksinasi ideologi yang memanfaatkan pendekatan agama, seperti dalam menanamkan nilai-nilai wawasan kebangsaan, Pancasila, dan nasionalisme.
Dia memandang vaksinasi ideologi berpendekatan agama itu perlu diterapkan karena kelompok radikal dan teroris di Tanah Air kerap membenturkan agama dengan negara, budaya, dan Pancasila.
Melalui kesiapsiagaan ideologi itu, katanya, masyarakat Indonesia yang masih bersikap moderat akan menjadi kebal dari paparan radikalisme ataupun terorisme.
“Kesiapsiagaan ideologi itu supaya 87,8 persen masyarakat Indonesia yang masih moderat tersebut, setelah dari 100 persen dikurangi 12,2 persen yang berdasarkan hasil riset BNPT di tahun 2020 masuk kedalam indeks potensi radikalisme, memiliki imun tidak terpapar paham radikal, dan teroris,” ucap dia.
Di samping kesiapsiagaan ideologi sebagai strategi pencegahan, ia menyampaikan strategi mengatasi masyarakat yang telah terpapar radikalisme serta terorisme, baik secara sadar maupun tidak.
Strategi tersebut adalah pemberian moderasi beragama ataupun kontra radikalisasi melalui kontra narasi, kontra propaganda, dan kontra ideologi.
“Kontra radikalisasi seperti itu bisa diberikan melalui media sosial karena survei Setara mengatakan konten-konten keagamaan di dunia maya sebanyak 67 persen dipengaruhi konten agama yang intoleran dan radikal,” ujar Ahmad Nurwakhid.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid