Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat rapat kerja Komisi I DPR dengan Panglima TNI dan Kepala BSSN di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/5). Rapat tersebut guna mendengarkan penjelasan Panglima TNI terkait dengan pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme & rencana pembentukan Koopsusgab TNI, serta penjelasan Kepala BSSN terkait pelibatan BSSN dalam mendeteksi pergerakan jaringan teroris melalui ruang siber. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Aksi narapidana di Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, yang disertai dengan beberapa aksi bom di sejumlah tempat akhirnya berujung pada rencana pelibatan TNI atau pihak militer dalam penanganan terorisme.

Hal ini pun memunculkan wacana untuk melakukan revisi Undang-undang Nomo 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme atau UU Terorisme, yang telah disahkan DPR.

Pengamat militer, Al Araf menyatakan, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme yang terdapat dalam UU Terorisme yang baru haruslah diikuti dengan revisi UU Peradilan Militer.

Sebab, hal ini untuk mengantisipasi adanya kesalahan yang dilakukan oleh pihak militer dalam penanganan terorisme.

Meskipun peradilan militer hanya bersifat penegakkan kode etik dan disiplin internal, Al Araf meyakini jika revisi UU Peradilan militer setidaknya dapat meminimalisir tingkat kesalahan TNI dalam penanganan terorisme, akibat adanya ancaman sanksi dalam peradilan militer.

“Kalau kepolisian jelas, dia tunduk pada KUHP. Kalau militer, dia tunduk pada peradilan militer,” kata Al Araf dalam diskusi bertajuk ‘Pemberantasan Terorisme: Legislasi, Tindakan Polisi dan Deradikalisasi’ yang digelar di Jakarta, Sabtu (26/5).

Dengan adanya revisi UU peradilan militer, lanjut Al Araf, maka otomatis akuntabilitas TNI dalam penegakan dan penindakan hukum bagi para terduga teroris dapat dipertanggung jawabkan.

Di tempat yang sama, Ketua Setara Institute memandang, peradilan militer belum cukup kuat dalam mem-back up keterlibatan TNI dalam penanganan terorisme.

“Kalau di peradilan militer itukan peradilan disiplin, bukan satu peradilan terhadap tindakan,” kata Hendardi.

Bersambung ke halaman berikutnya

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan