Jakarta, Aktual.com – Ketua Komisi V DPR RI, Fary Djemy Francis menilai proyek infrastruktur pemerintahan Jokowi merupakan upaya pencitraan yang kalap dan tidak tepat sasaran. Menurutnya, infrastruktur menjadi senjata ampuh petahana untuk menjaga margin elektabilitas sekaligus upaya mendulang suara semata.
“Di balik proyek infrastruktur ini tersimpan banyak sekali persoalan,” ujar Fary Djemy Francis dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/2).
Dia menjelaskan, mulai dari perencanaan yang terkesan asal-asalan, hingga masalah kalkulasi yang merugi dan jauh dari keuntungan. Alhasil, pembangunan justru melahirkan persoalan.
“Salah satu contohnya adalah pembangunan jalan tol Trans Jawa. Untuk rute Jakarta-Surabaya misalnya, truk yang melintas harus mengeluarkan biaya hingga lebih dari Rp 1,3 juta,” ungkapnya.
Tak heran, sambung Fary, saat ini para pengemudi truk tetap memilih jalur Pantura ketimbang jalan tol Trans Jawa. “Keuntungan mereka (pengguna jalan) menipis. Jadi keberadaan tol Trans Jawa yang seharusnya memangkas pengeluaran, justru malah melahirkan beban,” ucapnya.
Menyikapi persoalan ini kata Fary, Komisi V telah merekomendasikan beberapa hal. Di antaranya, meminta pemerintah untuk mengkaji ulang tarif jalan tol Trans Jawa, serta meminta pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Agar, lanjut dia, tarif yang dicanangkan terjangkau oleh pengguna jalan tol. Tak hanya itu, Fary juga mengkritik proyek LRT Palembang yang biaya operasionalnya mencapai Rp 10 miliar per bulan, tetapi pendapatannya jauh lebih rendah, yakni hanya 1,1 miliar per bulan.
“Belum termasuk pembahasan mendalam soal membengkaknya beban utang negara karena pembangunan yang terkesan sia-sia,” ujarnya.
Wajar, kata dia, banyak pihak menyoroti kebijakan rezim ini. “Bahkan, lembaga sekelas Bank Dunia pun turut melontarkan kritik tajam terkait pembangunan infrastukrur di era Jokowi,” tutur Fary lagi.
Politisi Partai Gerindra ini juga mengatakan, bahwa dari 20 program yang tertuang di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, Jokowi tidak mampu dipenuhi secara keseluruhan.
Tercatat, hanya Sembilan program yang tercapai, delapan program dapat tercapat dengan syarat kerja keras, sedangkan tiga program lainnya kemungkinan besar tidak tercapai.
“Jadi, untuk apa kita punya tol yang megah dan mahal akan tetapi rakyat masih kesulitan mendapat akses air bersih dan masih dihantui dengan persoalan pemukiman kumuh dan sanitasi,” terangnya.
“Percuma juga kita membangun moda transportasi modern semacam LRT, bila rakyat masih banyak yang tak memiliki tempat tinggal yang layak.”
Oleh karenanya, Fary berharap ke depan kebijakan yang serupa tidak terulang. “Pada pemerintahan mendatang, paradigma pemimpin dalam membangun Bangsa harus diubah,” pungkas Ketua Fraksi Gerindra MPR RI tersebut.
Artikel ini ditulis oleh: