Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta segera mengusut dugaan terjadinya penyimpangan proyek pembangunan Rumah Susun dan Rusun SNVT (Satuan Non Vertikal Tertentu) di Provinsi Aceh (NAD) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) Tahun Anggaran 2016-2017.

Direktur Eksekutif Center of Energi and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, setidaknya terdapat lima lokasi pembangunan Rusun Pondok Pesantren dan Rusun Nelayan yang berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.205.539.000. Hal ini disebabkan nilai kontrak yang disepakati pihak Kementerian PUPR dengan perusahaan sangat tidak normal dan tidak sesuai harga standar.

“Kami menduga praktik korupsi itu dilakukan oknum Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Satuan Kerja ( Satker ) dengan PPK di daerah bekerjasama dengan oknum di Lingkungan Ditjen Penyiapan Perumahan, serta Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR,” jelas Yusri Usman di Jakarta, Minggu (3/6).

Menurut Yusri, proses pengerjaan proyek ini tidak profesional lantaran panitia menunjuk perusahan pemenang yang tidak mempunyai pengalaman kerja sesuai paket pekerjaan serta tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan Badan Jasa Konstruksi.

Bahkan praktek jual beli paket pekerjaan oleh perusahaan pemenang tender marak terjadi dengan harga dibawah 15 % sd 20% dari nilai kontrak , sehingga dapat dibayangkan dengan nilai subkontrak yang jauh dibawah harga yang layak akan menghasilkan nilai bangunan jauh dari standar yang layak.

Sehingga untuk membuktikan dugaan penyimpangan itu ,CERI secara resmi telah melaporkan ke KPK pada 28 Mei 2018.

Anehnya lagi pihak ULP malah kembali memberikan paket pekerjaan lagi kepada PT Kana Harapan Jaya membangun Rusun Darussalam untuk Tahun Anggaran 2018.

“Sekarang oleh pejabat di pusat sedang dirancang skenario penyelamatan seolah-oleh tiga proyek itu telah diputus kontraknya dengan pemotongan nilai kontrak sebesar Rp 3 miliar, kemudian direncanakan akan dibuat kontrak baru dengan judul revitalisasi terhadap 3 obyek rusun ponpes tersebut , agar terhidar dari proses hukum, jelas Yusri.

Begitu juga dengan pembangunan Rusun 1 Kedah Kampung Jawa Kota Madya Banda Aceh yang dikerjakan oleh PT Anda Maria belum selesai sesuai waktu kontraknya. Termasuk pembangunan Rusun Nelayan di Desa Matang Nibung, Rantau Selamat, Kab. Aceh Timur belum juga rampung dikerjakan pada saat investigasi dilakukan.

Yusri menduga penyimpangan anggaran yang terjadi secara masiv lantaran adanya kerjasama antara oknum Satker dengan PPK dan pengusaha beberapa perusahaan. Bahkan disinyalir oknum Inspektorat Kementerian PUPR dan oknum anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) ikut terlibat.

Sebagai informasi tambahan, bahwa PPK 2018 Ahmad Muhajir adalah abang kandung dari Rajaidin sebagai PPK 2016-2017. “Untuk itu penyidik berkenan menyelidikinya apakah ada upaya melindungi penyimpangan yang diduga sudah terjadi pada tahun 2016 dan 2017,” sambung dia.

Sebelumnya, Center for Budget Analysis (CBA) pernah merilis terjadinya dugaan terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran atas tiga proyek pembangunan yang dijalankan Satuan Nonvertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan Provinsi Aceh Kementerian PUPR. Dimana total anggaran untuk proyek tersebut telah menghabiskan dana sebesar Rp 43.030.650.000.

Adapun ketiga proyek yang berpotensi merugikan keuangan negara terdiri dari,
pembangunan Rusun 1 senilai Rp 12.838.700.000 yang dimenangkan oleh PT Riskaindo Jaya nilai kontrak, pembangunan Rusun 1 dengan nilai kontrak Rp21.423.770.000 yang dijalankan PT Anda Maria, dan pembangunan Rusun 8 senilai Rp 8.768.180.000 yang dijalankan PT Putra Nanggroe Aceh.

Selain nilai kontrak yang tidak wajar serta dugaan pemenang lelang sudah diatur oleh oknum Kementerian PUPR. Hingga saat ini tiga proyek tersebut belum juga rampung dikerjakan, contohnya pembangunan Rusun 1 yang dijalankan PT Anda maria yang seharusnya proyek ini sudah selesai pada akhir Desember tahun 2017.

“Kami meminta KPK harus segera bertindak agar membuka penyelidikan dan memanggil pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab menjalankan paket proyek rumah susun Kementerian PUPR. Jangan sampai Kementerian PUPR yang mendapat porsi paling gede dari APBN 2018 yakni sebesar Rp 106,9 triliun malah dijadikan lumbung korupsi oleh oknum tidak bertanggung jawab,” ujar Direktur CBA Uchok Sky Khadafi.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta