Jakarta, Aktual.com – Lambatnya Pertamina RU V Kilang Balikpapan memastikan sumber masalah kebocoran minyak diteluk Balikpapan dipertanyakan berbagai kalangan. Pasalnya, dari ceceran kebocoran tersebut banyak korban berjatuhan. Keterangan awal, beberapa pejabat Pertamina di Balikpapan dan Jakarta terkesan ada dugaan pembohongan publik.
“Contohnya, sumber minyak yang tumpah dari kapal yang berada di sekitar teluk Balikpapan, kemudian berubah keterangan pipa patah bergeser 100 meter dari tempatnya akibat terkena jangkar kapal,” ujar Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman di Jakarta, Minggu (8/4).
Akibatnya, ada keterlambatan pencegahan melebarnya sebaran polusi minyak seluas sekitar 12.987 hektar. Dampak buruk bagi kehidupan manusia, biota dan hutan “manggrove” teluk Balikpapan melebar sampai perairan pulau Sulawesi.
“Padahal di unit kontrol kilang Balikpapan sejak 30 Maret 2018 sudah menunjukan bahwa CDU IV sudah stop total, hanya sirkulasi, artinya memang feed dari pipa bawah laut dari Lawe-Lawe ke Kilang Balikpapan ‘Sudah Terputus’, sehingga kondisi kilang Balikpapan hanya beroperasi 20 % saja. Hanya CDU yang beroperasi dengan kapasitas 60.000 Barrel per hari vs 260.000 Barrel per hari bila kilang balikpapan beroperasi penuh,” jelasnya,
Selain itu, lanjutnya, di kompleks tangki Lawe lawe ada unit ruang kontrol untuk memonitor volume minyak mentah yang disupplai dan diterima kilang. Merunut alat kontrol sistem ini, seharusnya Pertamina sejak 31 Maret 2018 sudah menemukan sumber masalah tercecernya minyak di teluk Balikpapan.
“Dari upaya ‘Cuci tangan’ tersebut tidak mencerminkan ‘Sense of crisis’ mengakibatkan response penanggulangannya menjadi sangat terlambat. Sangat disayangkan justru sikap para pimpinan Direktorat Pengolahan tidak mau mengakui dan tidak merasa bertanggung jawab. Pencemaran sangat berat tersebut sudah pantas disebut KLB Nasional (Kejadian Luar Biasa). Kejadian itu mencoreng nama baik Korporasi Pertamina, apalagi setelah hal tersebut justru mendapatkan sorotan sangat tajam oleh Pers International,” jelasnya.
Kemudian pada 5 April 2018, dalam acara dengar pendapat antara Pertamina Kilang Balikpapan dengan DPRD Komisi III di gedung DPRD Balikpapan, Togar MP menyatakan bahwa keterlambatan Pertamina mengetahui sumber masalah kebocoran itu karena Pertamina tidak mempunyai alat deteksi kebocoran pipa dan tidak mempunyai alat “early warning sistem”.
“Kalau fakta keterangan GM Pertamina Kilang Balikpapan benar, ini bahaya besar dan bisa menakutkan bagi rakyat yang hidup dan mencari kehidupan disekitar jalur pipa migas Pertamina. Sehingga untuk memastikan sumber masalah, sudah seharusnya Direktorat Jenderal Migas menurunkan tim bekerjasama dengan Polri, Ditjen Perhubungan Laut, Pelindo untuk melakukan investigasi menyeluruh, meliputi perencanaan awal jalur pipa dari Lawe Lawe ke Kilang Balipapan apakah sudah memenuhi kriteria Keputusan Menteri Pertambangan & Energi nomor; 300K /38/M.PE/ 1997 Tentang “Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak & Gas Bumi”. Termasuk apakah kualitas pipa yang digunakan sudah memenuhi syarat ketehnikan, sistem penyambungannya, peletakan pipanya dan inspeksi sambungan pipa tersebut,” terangnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka