FILE - This Sept. 28, 2001, file photo of Muslim Uighur men emerging from the Id Kah mosque after prayers, in Kashgar, in China's western Xinjiang province Friday, Sept. 28, 2001. This weekend's bloody riot in China's Muslim far west carries disturbing reminders of anti-Chinese violence in another troubled region -- Tibet -- and shows how heavy-handed rule and radical resistance are pushing unrest to new heights. The clash between ethnic Muslim Uighurs and China's Han majority in Xinjiang that left at least 140 dead signaled a new phase in a region used to seeing bombings and assassinations by militant separatists but few mass protests. (AP Photo/Greg Baker,file)

Beijing, Aktual.com – Beijing membantah tuduhan lembaga swadaya masyarakat bidang hak asasi manusia, yang menyatakan pemerintah China melakukan penindasan terhadap suku Uighur di Provinsi Xinjiang.

“Kelompok itu biasa memperlakukan China dengan prasangka, memutarbalikkan fakta dan memperkeruh masalah,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang di Beijing, Selasa (11/9).

Ia menyatakan masyarakat wilayah paling barat daratan China itu, yang berbatasan langsung dengan Mongolia, Rusia, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, Afghanistan, dan Pakistan, secara umum menikmati ketenangan hidup.

“Mereka juga memperoleh manfaat dari pembangunan ekonomi dan bisa hidup berdampingan dengan suku lain,” katanya.

Menurut dia, semua kelompok etnis di Xinjiang berharap terciptanya stabilitas sosial yang abadi untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan fundamental mereka.

“Yang dilakukan di Xinjiang bertujuan meningkatkan stabilitas, pembangunan ekonomi, solidaritas, terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari, menumpas tindakan separatisme, tindak kekerasan dan terorisme demi terpeliharanya keamanan nasional dan terlindunginya hak masyarakat,” katanya.

Geng menambahkan bahwa tindakan yang dilakukan pemerintah China berdasarkan hukum yang berlaku.

Pada Agustus dalam sidang Komite PBB untuk Pencegahan Diskriminasi Rasial di Jenewa, Swiss, delegasi China telah memaparkan sistem baru untuk melindungi hak-hak kelompok etnis.

“Komite tersebut mengakui upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah China dan menghargai sikap legislatif China serta kebijakan yang melindungi hak asasi dan kepentingan kelompok etnis,” kata juru bicara Kemlu China Hua Chunying dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Beijing beberapa waktu lalu.

Dari jumlah penduduk Xinjiang sekitar 23,6 juta, sebanyak 45 persen di antaranya suku Uighur yang mayoritas beragama Islam.

Beberapa dasawarsa lalu, konflik separatisme dan pengaruh Islam radikal telah melanda Xinjiang, bahkan menimbulkan aksi terorisme dan bentrokan antara pihak separatis dengan pasukan pemerintah China.

Peristiwa beberapa tahun lalu itu kini diangkat lagi di PBB.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: