Beijing, Aktual.com – China berharap Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dapat tetap bersikap objektif dan adil setelah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Israel Benjamin Netanyahu serta mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas dugaan tindak kejahatan perang.
“Kami berharap Pengadilan Kriminal Internasional akan mempertahankan posisi yang objektif dan adil, melaksanakan tugasnya secara sah,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, saat konferensi pers di Beijing pada Jumat (22/11).
Pemerintah China, ujarnya, juga berharap ICC “menafsirkan dan menerapkan Statuta Roma serta hukum internasional umum secara keseluruhan dengan itikad baik dan sejalan dengan standar yang seragam.”
ICC pada Kamis (21/11) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant atas dugaan tindak kejahatan perang oleh Israel setidaknya selama 8 Oktober 2023-20 Mei 2024 di wilayah Palestina, termasuk Gaza.
Mengenai Palestina, Lin menyampaikan bahwa China selalu berpihak pada keadilan, kejujuran dan hukum internasional.
“Kami menentang semua tindakan yang melanggar hukum internasional termasuk hukum humaniter internasional dan mengutuk semua tindakan terhadap warga sipil dan fasilitas sipil,” ujarnya.
Konflik Gaza, kata Lin, masih berlarut-larut dan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya sedang berlangsung.
“China mendukung semua upaya komunitas internasional untuk mewujudkan keadilan, kejujuran dan mempertahankan otoritas hukum internasional dalam masalah Palestina,” kata jubir.
Lin menekankan bahwa China selalu menentang pendekatan selektif terhadap hukum internasional dan standar ganda oleh negara tertentu.
Perang di Gaza telah menewaskan sekitar 44.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 103.000 lainnya.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menyebut keputusan ICC tersebut sebagai tindakan yang sangat keterlaluan. Ia menyatakan AS akan selalu mendukung Israel melawan ancaman terhadap keamanannya.
Keputusan ICC tersebut hanya menjadi keharusan bagi negara penandatangan Statuta Roma (disebut negara pihak). Negara yang bukan pihak wajib melakukan keputusan ICC hanya ketika dibuat perjanjian khusus.
Saat ini, ICC tercatat memiliki sekitar 124 negara penandatangan Statuta Roma. Dari jumlah tersebut, 42 negara berasal dari kawasan Eropa, 33 dari Afrika, 29 dari benua Amerika dan 20 lainnya berasal dari kawasan Asia-Pasifik.
Amerika Serikat, Indonesia, Rusia, dan China tercatat bukan negara anggota ICC.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan