Jakarta, Aktual.com — Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai Cikarang Bekasi Laut, yakni sistem pengangkutan kontainer berbasis jalur sungai atau “inland waterways” yang menghubungkan dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju kawasan industri Cikarang tidak bisa menggantikan Pelabuhan.
Ketua ALI, Zaldy Ilham Masita mengatakan, Cikarang Bekasi Laut hanya pelabuhan kering atau “dry port” yang fasilitasnya tidak selengkap pelabuhan.
“CBL tidak bisa disamakan dengan Pelabuhan Cilamaya, karena Cilamaya adalah pelabuhan utama yang memiliki fasilitas pelabuhan yang lengkap, CBL hanya ‘dry port’ yang memakai aliran sungai untuk tersambung dengan Tanjung Priok,” ucapnya di Jakarta, Selasa (8/9).
Selain itu, menurut dia, pembangunan CBL lebih menguras biaya, yakni Rp35 triliun hanya infrastrukturnya saja, dibandingkan dengan Pelabuhan Cilamaya dengan total Rp34,5 triliun ditambah dengan banyaknya penanganan ganda atau “double handling” dari moda yang satu ke moda yang lain.
“Biaya perawatan untuk CBL juga diperkirakan akan tinggi karena alur sungainya harus dikeruk terus dan menimbulkan ‘double handling’ dari pabrik ke truk ke kabal di CBL terus ke truk baru ke kapal,” paparnya.
Pasalnya, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo II) akan membangun kanal tersebut agar bisa dilewati kapal tongkang berkapasitas muatan peti kemas mencapai 72-144 “twenty equivalent feet” (TEUs) dan dirancang dibuat dua jalur agar bisa bolak-balik.
“Semakin besar alurnya, maka biaya keruknya akan semakin tinggi, bisa dihitung investasi Rp35 triliun kapan baliknya, dikhawatirkan dibebankan ke pengguna jasa,” ujarnya.
Untuk itu, dia memperkirakan biaya operasional akan lebih mahal dengan CBL, ditambah 85 persen pemakai jasa Pelabuhan Tanjung Priok bukan dari DKI Jakarta lagi.
“Otomatis, biaya logistik pun akan semakin tinggi,” katanya.
Zaldy menyarankan untuk membangun pelabuhan di Indramayu sebagai pengganti Pelabuhan Cilamaya yang pada April lalu dibatalkan.
Dia menilai Pelabuhan di Indramayu dari segi lokasi lebih dekat dengan kawasan industri Cikarang dan Karawang dibanding dengan Cirebon, selain itu di lokasi tersebut bebas dari pipa migas.
“Kalau mau murah juga dengan kereta api atau dibangun pelabuhan pembanding sekalian,” tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Pelindo II RJ Lino mengatakan CBL bisa membantu mengurangi biaya logistik karena yang seharusnya diangkut dengan banyak truk, dengan adanya CBL bisa diangkut sekali dengan kapal tongkang.
“Strategi ini diharapkan dapat membuat biaya logistik menjadi lebih efisien, kanal CBL rencananya akan dapat membuat biaya logistik lebih efisien karena dapat dilewati dua kapal tongkang bolak-balik,” tukasnya.
Dia merinci setiap kapal tongkang mampu mengangkut maksimal 72-144 TEUs sekali jalan, karena itu diharapkan juga bisa mengurangi antrean truk kontainer.
“Kami menghargai perhatian dari pemerintah provinsi Jawa Barat, untuk itu diharapkan pemerintah dan sektor swasta dapat bersinergi untuk memberikan kontribusi yang lebih besar untuk kemajuan perekonomian daerah tersebut,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh: