Personel Satgas Pamtas RI-RDTL Sektor Timur Yonif 742/SWY dari Pos Maubusa Kipur II bersama warga desa menancapkan bendera Merah Putih di salah satu titik batas di Desa Asumanu. Di titik ini patok batas hilang terbawa banjir. ANTARA/HO-Satgas Pamtas RI-RDTL

Jakarta, aktual.com – Mencintai negeri tempat kita tumbuh, dan menjalani kehidupan adalah emosi yang muncul dengan sendirinya. Rasa cinta terhadap tanah air hampir pasti merupakan naluri alami manusia. Bahkan, perasaan ini bisa dikatakan bersifat universal, mengisi hati setiap individu di berbagai waktu dan tempat.

Nabi Muhammad SAW sendiri, dalam beberapa hadits, dicatat dengan rinci menunjukkan kasih sayangnya terhadap tanah kelahirannya, kota Makkah.

Misalnya hadits riwayat Imam Tirmidzi :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَّةَ : ” مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ، وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ “

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata, “‘Rasulullah SAW. bersabda kepada kota Makkah, ‘Sungguh dirimu (kota Makkah) negeri yang amat indah, dan paling aku cintai, jikalau masyarakat Makkah tidak mengusirku, niscaya aku tidak akan tinggal di tempat lain selain dirimu (kota Makkah)’” (HR. Tirmidzi no. 3926).

Bukan hanya kasih sayang Nabi terhadap kota Makkah, tetapi Nabi juga mendalaminya dengan cinta terhadap kota Madinah. Di kota inilah dakwah Nabi mencapai keberhasilan yang luar biasa. Nabi tinggal di tempat ini selama sekitar 10 tahun dan kota ini juga menjadi tempat di mana Nabi SAW akhirnya berpulang.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ، وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا.

Dari Anas ra. berkata; Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila pulang dari bepergian dan melihat dataran tinggi kota Madinah, Beliau mempercepat jalan unta Beliau dan bila menunggang hewan lain Beliau memacunya karena kecintaannya (kepada Madinah). (H.R. Bukhari no. 1886).

Mengomentari hadits di atas, dalam Fath al-Bari, al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan, “Hadits ini menunjukkan keutamaan kota Madinah dan disyariatkannya cinta tanah air.” Hal yang sama juga dikemukakan dalam kitab ‘Umdat al-Qariy oleh Badr al-Din al-‘Aini.

Dalam kesempatan yang lain, KH Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) berhasil mencetuskan prinsip hubbul wathani minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman).

Cinta terhadap tanah air dapat diungkapkan melalui tekad belajar yang gigih, menjaga kerapian lingkungan, memberikan penghormatan kepada orang tua dan pendidik, menghormati sesama rekan meskipun mempunyai pandangan yang berlainan, mendalami ajaran agama dengan mendapatkan ilmu dari kiai atau ulama yang mendalam, dan berusaha agar eksistensinya menghasilkan dampak yang positif untuk masyarakat, bangsa, dan negara.

Dengan demikian, cinta kepada negara dalam Islam lebih dari sekadar rasa kebanggaan atau afiliasi nasional. Ia merupakan wujud dari keimanan yang kuat, mengandung dimensi sosial dan etika, serta mendorong individu untuk berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik. Mencintai negara dalam Islam adalah salah satu bentuk ekspresi nyata dari iman yang mendalam dan komitmen untuk menghormati penciptaan Allah dan berbakti kepada sesama manusia.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain