Petugas memotong daging sapi kurban sebelum dibagikan kepada warga di Tempat Penampungan dan Pemotongan Hewan Kurban Masjid Jami Baiturrahman Al Haq, Jakarta, Sabtu (2/9). Dalam rangka hari raya Idul Adha 1438 H sekaligus ungkapan syukur 80 tahun, Larutan Cap Kaki Tiga membagikan 1.000 paket daging kurban untuk warga sekitar masjid tersebut. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, agar berlaku secara efektif, penetapan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas daging sapi juga harus mempertimbangkan berbagai beban yang dihadapi para peternak.

“Pemerintah juga harus mempertimbangkan harga pakan, tenaga kerja dan biaya lain yang dikeluarkan peternak. Harga pakan, tenaga kerja dan lain-lain justru semakin mahal. Semakin murah daging dijual maka akan semakin mengurangi harga di peternak,” kata peneliti CIPS Novani Karina Saputri, Kamis (26/4).

Menurut Novani Karina Saputri, penetapan HET tidak efektif untuk menstabilkan harga daging sapi di Tanah Air karena harga daging sapi di sejumlah titik tetap konsisten di atas Rp100.000, yaitu berkisar antara Rp100.000 sampai dengan Rp120.000 per kilogram.

Di beberapa daerah, lanjutnya, harganya bahkan mencapai Rp 150.000 per kilogram.

“Setelah melakukan berbagai cara, seperti menetapkan harga acuan dan membentuk satuan tugas (satgas) pangan, harga komoditas yang satu ini tetap tidak bisa mencapai angka Rp 80.000 per kilogram, seperti yang sudah ditargetkan oleh pemerintah,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid