Suasana aktivitas di Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta, Jumat (6/11). Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) tentang laporan keuangan APBD DKI Jakarta menemukan indikasi adanya kerugian keuangan daerah sebesar Rp191,33 miliar dalam pembelian tanah RS Sumber Waras karena dinilai tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan yang terkait. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — PT Ciputra Karya Unggul (CKU) diklaim tak keberatan dengan langkah Yayasan Sumber Waras (YKSW), yang menjual lahannya kepada Pemprov DKI Jakarta pada 2014 silam.

Demikian diutarakan Direktur Utama YKSW Abraham Tedjanegara dalam jumpa pers di RS Sumber Waras (RSSW), Grogol, Jakarta Barat, Sabtu (16/4).

Awalnya, Abraham menerangkan, bahwasanya di running text salah satu stasiun televisi, sekira 14 Mei 2014 muncul tulisan, “Ahok: telah beli RS Sumber Waras senilai Rp1,7 triliun.”

Disisi lain, YKSW dengan PT CKU telah terikat kontrak perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) No. 7 tertanggal 14 November 2013 tentang lahan RSSW seluas 3,6 ha berstatus hak guna bangunan (HGB).

YKSW, kata Abraham, mengabaikan informasi tersebut. Begitu pula ketika pada keesokan harinya, pemberitaan senada muncul di sejumlah televisi dan media cetak.

Namun, ketika supplier dan karyawan mulai mempertanyakan informasi pembelian tersebut serta mengganggu operasional, YKSW baru mendatangi Pemprov DKI untuk meminta klarifikasi, 6 Juni 2014.

Tetapi, materi yang dipertanyakan awalnya soal perubahan status tanah dari suka sarana kesehatan (SSK) menjadi wisma susun (WSN). Perubahan itu, sesuai keinginan PT CKU dalam PPJB No. 7/2013.

Perubahan peruntukan tersebut ternyata tak disetujui Pemprov DKI. Kemudian, baru membahas wacana pembelian RSSW oleh pemprov. “Tapi, sesuai dengan satu syarat, harganya (yang diajukan YKSW) NJOP (nilai jual objek pajak),” ucap Abraham.

Beberapa saat kemudian, internal YKSW menggelar rapat. Bahkan, bertemu dengan PT CKU, membahas sikap Pemprov DKI yang menolak perubahan peruntukan lahan. “Mereka tidak keberatan dengan pembatalan,” klaimnya.

Apalagi, imbuh Abraham, dalam salah satu klausul PPJB No. 7 dijelaskan, bahwasanya perjanjian batal apabila hingga 3 Maret 2014, perubahan peruntukan tak dapat dilakukan. Namun, pembatalan PPJB justru baru terjadi pada 9 Desember 2014.

Hasil pertemuan dengan Pemprov DKI dan PT CKU yang dilakukan terpisah, menjadi dasar YKSW akhirnya memberikan penawaran kepada Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

“Jadi, prinsip pertama, kami tidak pernah wacanakan jual (lahan RSSW) ke DKI,” pungkas Abraham yang pertama kali kerja di YKSW pada 2010 itu. (Fatah

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby