Presiden Pertama Timor Leste, Xanana Gusmao saat acara Foreign Policy Community Of Indonesia (FPCI) di Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu (17/9). Acara bertajuk Conference on Indonesian Foreign Policy 2016 : Finding Indonesia’s Place In The Brave New World menghadirkan sekitar 50 pembicara dari dalam dan luar negeri. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Timor Leste baru saja menyelesaikan Pemilihan Umum Parlemen untuk kelima kalinya pada Minggu, 21 Mei 2023 kemarin. Sebuah pesta demokrasi yang dipercayai akan memulihkan suasana politik di negara bekas provinsi ke-27 Indonesia itu, dimana sejak tahun 2020 kurang lebih 3 tahun terakhir ini mengalami kegaduhan akibat ketidakstabilan politik setelah peristiwa mundurnya Perdana Menteri Taur Matan Ruak akibat bubarnya partai koalisi pemerintah, yang kemudian membentuk koalisi baru tanpa Pemilu dan Taur Matan Ruak ditunjuk kembali oleh Presiden Francisco Guterres untuk melanjutkan jabatannya sebagai Perdana Menteri.

Harapan rakyat Timor Leste akan adanya stabilitas ekonomi politik, nampaknya akan menjadi sebuah kenyataan jika melihat hasil perolehan suara dari 17 partai peserta pemilu (sampai pukul 10.25 waktu setempat, tanggal 22 Mei 2023), dimana Kongres Nasional Untuk Rekonstruksi Timor (CNRT), yakni partai yang dipimpin oleh tokoh pejuang kemerdekaan Xanana Gusmao memimpin perolehan suara terbanyak sementera dengan 39,39% suara disusul kemudian oleh partai pesaingnya yakni Front Revolusioner Untuk Timor Leste Merdeka (FRETILIN) pimpinan Mari Alkatiri dengan 28,17% suara.

Rekan koalisi CNRT yakni Partai Demokrat (PD) menempati urutan ketiga dengan perolehan 8,62% suara, sedangan rekan koalisi FRETILIN yakni KHUNTO dan Partai Pembebasan Rakyat/PLP (pada Pemilu 2018 adalah rekan koalisi CNRT, namun pada tahun 2020 berubah haluan berkoalisi dengan FRETILIN) menempati urutan keempat dan kelima dengan perolehan 7,41% dan 6,15% suara.

Sementara itu hasil perolehan suara di luar dua koalisi ini yakni PVT dan partai kecil lainnya mencapai 10,26% suara. Dengan perolehan suara sementara ini, koalisi CNRT dan PD diprediksi akan menduduki 40 kursi dari 65 kursi parlemen, melebihi syarat minimum mayoritas parlemen yakni 33 kursi untuk membentuk kabinet pemerintahan. Pemimpin Tertinggi CNRT, Xanana Gusmao akan kembali dilantik menjadi Perdana Menteri pada Juni 2023 mendatang.

Menurut Analis Politik SCL Taktika Consulting, Iqbal Themi, kemenangan yang diperoleh CNRT ini menunjukkan rakyat Timor Leste masih mempercayai Xanana Gusmao sebagai tokoh pemimpin yang mampu membawa perubahan, kemajuan, dan kesejahteraan bagi rakyat Timor Leste. Kemenangan ini sebenarnya sudah tampak sejak setahun lalu, setelah pada Pemilihan Umum Presiden Timor Leste tahun 2022 lalu dimenangkan oleh Jose Ramos Horta yang berhasil mengalahkan Presiden petahana Francisco Guterres dengan memperoleh 62% suara pada putaran kedua.

“Kemenangan CNRT ini menunjukkan rakyat Timor Leste mendukung adanya suasana perubahan, setelah beberapa tahun terakhir dalam keadaan yang sulit akibat pandemi, banjir, dan kontraksi ekonomi. Apalagi dengan perolehan suara PD sementara ini, membuat kemenangan CNRT atas FRETILIN dalam Pemilu Parlemen semakin komprehensif,” ujar Iqbal saat dihubungi dari Jakarta, Senin (22/5)

Sebagai Perdana Menteri, menurut Iqbal, Xanana Gusmao nantinya akan membawa hubungan antara Timor Leste dan Indonesia lebih erat. Hal ini dikarenakan Xanana memiliki kedekatan emosional yang kuat, serta namanya lebih familiar dan populer dengan rakyat Indonesia.

Selain itu dia juga memperjuangkan megaproyek pemrosesan minyak dan gas Tasi Mane di pantai selatan Timor Leste sebagai solusi, menolak alternatif mengirimkan produk mentah ke fasilitas yang ada di Darwin. Tasi Mane berarti keuntungan yang lebih besar bagi negara, menurutnya, meskipun biaya modal di muka yang menakutkan.

Meskipun pemerintah saat ini mengakui perlunya diversifikasi ekonomi dan mengembangkan rencana pemulihan Covid sebagian didasarkan pada promosi industri baru yang menciptakan lapangan kerja, namun itu belum mengartikulasikan rencana komprehensif untuk Greater Sunrise. Ini adalah kesaksian legitimasi karismatik Gusmao. Ini juga mencerminkan keberhasilannya dalam mengikat sengketa batas laut yang berhasil dengan Australia ke masalah terpisah tentang bagaimana kekayaan minyak yang tersisa harus dikelola dengan sebaik-baiknya.

Artikel ini ditulis oleh: