Jakarta, Aktual.com – CORE Indonesia memeberikan penilaian, 6 paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan oleh pemerintah pada tahun 2016 ini ternyata tak berdampak positif terhadap iklim usaha.

Menurut Ekonom CORE Indonesia, Akhmad Akbar Susamto paket kebijakan tersebut justru mencuatkan masalah baru dan tidak menasional seluruh Indonesia.

“Memang tidak semua paket tersebut dapat dinilai dampaknya dalam waktu cepat, mengingat sebagian dari paket tersebut terkait perbaikan iklim usaha yang memiliki time lag bagi pelaku usaha,” jelas Akbar dalam diskusi Refleksi Ekonomi 2016: Menakar Perbaikan Kinerja Ekonomi Tahun Kedua Pemerintahan Jokowi, di Jakarta, Selasa (20/12).

“Misalnya, dari sisi implentasi belum didukung oleh payung hukum yang bersifat permanen. Serta masih rendahnya sosialisasi kepada pihak yang menjadi objek regulasi,” cetus dia.

Sehingga yang terjadi, kata dia, banyak dunia usaha tak tahu adanya deregulasi di satu sektor tertentu. Seperti perbaikan perizinan sudah terjadi, namun mereka tak tahu dan tak merasakan perubahan.

“Bahkan yang lucu lagi, di tingkat pemerintah daerah juga banyak yang masih belum tahu adanya paket kebijakan. Ini yang merugikan dunia usaha. Karena ketika dunia usaha dilayani (dalam investasi) mereka merasa perizinan di Jakarta lebih cepat tapi di daerah tak terjadi,” terang dia.

Menurut Akbar, hal itu terjadi karena implementasi kebijakan oleh kementerian/lembaga terkait, berjalan lambat. Selain itu, paket kebijakan juga sulit dievaluasi kemajuannya karena tidak memiliki target waktu yang terukur. Juga tak spesifiknya, pihak-pihak dalam mengimplementasikan paket tersebut.

“Justru ini yang bahaya, mereka asal buat kebijakan. Padahal dampaknya nol besar. Ini seperti pemerintah itu ada di dunia lain. Semangat mereka yang penting ada paket,” jelas Akbar.

Dia memberi contoh paket kebijakan X yang semangatnya untuk melindungi pengusaha kecil terkait Daftar Negatif Investasi (DNI), tapi faktanya tidak begitu.

“Justru dari kebijakan ini lebih banyak mendorong liberalisasi penanaman modal asing yang justru berpotensi mereduksi peran pengusaha domestik dalan pengembangan ekonomi nasional,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan