Kemudian, ia juga mengatakan masyarakat kelas menengah saat ini sedang menahan belanjanya (‘delayed purchase’) yang kemudian mengakibatkan penurunan penjualan di banyak sektor.
“Buktinya, kalau melihat data pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di perbankan selama sembilan bulan terakhir meningkat,” ucap Faisal.
Peningkatan DPK tersebut terjadi pada simpanan jangka panjang, dan di sisi lain tabungan jangka pendek justru melambat.
“Artinya, mereka yang menyimpan uang di bank cenderung untuk semakin membatasi belanjanya dalam waktu dekat,” ucap Faisal.
Pertumbuhan DPK valuta asing dalam sembilan bulan terakhir juga lebih cepat daripada dalam rupiah. Ini terjadi sejalan dengan perbaikan ekonomi dunia dan peningkatan harga sejumlah komoditas andalan Indonesia yang mendorong aktivitas ekspor impor sembilan bulan terakhir.
Namun, lanjut Faisal, peningkatan pendapatan tersebut belum ditransmisikan ke konsumsi di dalam negeri. Salah satu alasannya adalah berkurangnya optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi.
Selain itu, Faisal juga menilai maraknya perdagangan dalam jaringan (e-commerce) juga berpengaruh pada penurunan jumlah pelanggan di pertokoan dan pusat perbelanjaan.
Namun, hal tersebut bukan menjadi pemyebab utama pelemahan daya beli masyarakat karena dampaknya yang merambah dari sisi hilir (pedagang) sampai ke hulu atau produsen.
“Bukan hanya cara membelinya yang bergeser, tetapi permintaan juga melemah, sehingga produksi pun terpaksa ditahan, bahkan dikurangi,” ucap Faisal.
Ia memaparkan bahwa di pabrik-pabrik pengolahan telah terjadi pelambatan produksi, mulai dari industri pakaian, peralatan listrik, sepeda motor, farmasi, plastik, bahkan makanan dan minuman.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka