Jakarta, Aktual.com – Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan untuk menaikkan cukai rokok elektronik atau vape mulai 2020 sebagai keputusan yang tepat.
Pieter mengatakan kebijakan tersebut dinilai tepat karena dilihat dari sisi kesehatan yaitu dapat mengendalikan tingkat konsumsi di masyarakat sebab vape lebih berbahaya daripada rokok.
“Sudah semakin banyak pihak yang mengingatkan akan bahaya vape. Bahkan disebut lebih bahaya daripada rokok tembakau,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (15/11).
Menurut Pieter, justru sebaiknya pemerintah bisa melarang keberadaan rokok elektrik di Indonesia karena kenaikan cukai tidak cukup untuk menurunkan penggunaan vape secara signifikan.
“Menurut saya sebaiknya vape dilarang di Indonesia. Kalau hanya dinaikkan cukai, saya kira tidak akan banyak menurunkan penggunaan vape,” ujarnya.
Meski demikian, Pieter mengatakan kenaikan cukai vape tersebut secara otomatis juga merupakan sebuah alternatif dalam menambah penerimaan negara.
“Saya kira sebenarnya pemerintah bisa saja melarang tapi tidak dapat tambahan atau bahkan kehilangan penerimaan sehingga meski tidak banyak menurunkan penggunaan vape tapi bagi pemerintah ini akan meningkatkan penerimaan,” jelasnya.
Sebelumnya pada Jumat (15/11), Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi belum dapat memastikan besaran tarif cukai rokok elektrik (vape) yang menurut akan dinaikkan pada awal Januari 2020.
“Kita inline saja dengan policy kenaikan tarif rokok konvensional. Kalau rokok konvensional dinaikkan, yang lain akan mengikuti pemberlakuannya pada 1 Januari 2020,” kata Heru dalam temu media di Labuhan Bajo, NTT.
Saat ini tarif cukai vape yang mulai diberlakukan pada 2018 adalah sebesar 57 persen.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan