Intinya, berdasarkan dua ketentuan itu pembukaan industri ini kepada asing disertai sejumlah catatan. Di antaranya harus terintegrasi dengan pengembangan kebun karet sendiri yang mampu memasok sekurangnya 20% dari kebutuhan, dan 80% bahan baku sisanya harus dipenuhi melalui kemitraan. Syarat lainnya, dari 80% kemitraan tadi, sedikitnya 20% di antaranya harus dalam bentuk inti-plasma.

Sungguh ciamik semangat yang ada dalam Perpres 44/2016. Nuansa melindungi industri lokal nyaris tak tercium di sini. Yang ada justru program penambahan produksi karet alam lewat penambahan lahan perkebunan.

Spirit lain yang ditonjolkan adalah, adanya upaya mengangkat petani lokal dalam produksi dan kemitraan, yang ujung-ujungnya diharapkan kesejahteraannya pun bakal naik.

Perpres 44/2016 ini akhirnya menjadi palang pintu yang menghalangi asing menyerbu. Tapi asing tidak kekurangan akal. Maka dilancarkanlah jurus lain, yaitu mengakuisisi perusahaan milik PMDN dan PMA oleh investor dari China dan Thailand.

Sampai di sini niat Airlangga membuka industri crumb rubber bagi asing memang belum clear. Kalau semata-mata ingin menggenjot investasi, ada yang lebih pas.

Yaitu industri karet di sisi hilir yang menghasilkan barang jadi. Jika ini dilakukan, maka daya serap industri hilir pasti bisa didongkrak jadi lebih baik daripada 630.000 ton saat ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid