Jakarta, Aktual.com – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza Azzahra menyatakan wacana sentralisasi tata kelola guru perlu dikaji secara komprehensif karena mempertimbangkan banyak hal seperti pelatihan, perekrutan, penempatan, hingga persoalan anggaran.
“Pemerintah perlu mematangkan koordinasi antara pusat dan daerah terkait tata kelola guru. Hal ini penting karena isu ini sudah menyentuh ranah otonomi daerah,” kata Nadia dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (29/6).
Menurut dia, secara teori, apabila tata kelola guru dilaksanakan secara terpusat, maka pemerintah akan memperoleh gambaran yang lebih besar terkait kualitas guru dan juga sebarannya di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, ujar dia, pemerintah pusat dapat mengetahui daerah mana saja yang memiliki banyak guru berkualitas dan daerah mana saja yang kekurangan guru-guru berkualitas.
Dengan demikian, lanjutnya, maka pemerintah dapat mengirim guru-guru tersebut ke daerah yang membutuhkan, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
“Pemerintah pusat memiliki sumber daya yang lebih baik untuk melakukan pelatihan dan upaya-upaya peningkatan kompetensi guru daripada pemerintah daerah karena pemerintah daerah memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Tapi, pemerintah juga harus mempertimbangkan kalau pemerintah daerah juga merupakan pihak yang paling mengetahui permasalahan guru yang ada di wilayahnya. Pengalaman dan kajian terkait permasalahan guru dari pemerintah daerah tidak dapat diabaikan begitu saja,” paparnya.
Untuk itu, Nadia menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya juga menyadari bahwa sentralisasi tata kelola tanpa diimbangi dengan perubahan pola pelatihan dan peningkatan kompetensi guru akan mengurangi efektivitas dari wacana kebijakan tersebut.
Hal tersebut dinilai juga berkaitan dengan insentif seperti apa yang cocok untuk meningkatkan kualitas guru. “Berdasarkan beberapa riset yang ada, peningkatan gaji guru tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia,” kata Nadia.
Terkait anggaran, lanjutnya, kewajiban untuk membayar gaji guru lebih baik diserahkan kepada pemerintah daerah.
Ia berpendapat, pengelolaan anggaran oleh pemerintah daerah akan lebih seimbang dan tepat sasaran karena disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing.
“Kalau gaji guru menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, dikhawatirkan pemerintah daerah akan merekrut guru melebihi dari jumlah yang dibutuhkan karena mereka tidak merasa memiliki tanggung jawab terkait gaji para guru,” katanya.
Nadia menuturkan bahwa selama ini, gaji guru PNS merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan diberikan dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) ke semua daerah.
Ia juga menyoroti bahwa pemerintah hingga saat ini juga belum memberikan kebijakan yang pasti terkait dengan nasib guru honorer, sehingga apabila sentralisasi tata kelola guru ini direncanakan, pemerintah juga perlu mempertimbangkan guru honorer yang juga memiliki peran penting dalam pendidikan di Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan