Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta Pemerintah mengalokasikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk kepentingan petani. Mengingat, selama ini kontribusi CHT terhadap petani tembakau masih minim.

“Dari Rp213 triliun cukai hasil tembakau 2023, dana bagi hasil (DBH) ke daerah hanya 3 persen, sementara 97 persen masih dikelola Pemerintah Pusat. Dari 3 persen itu yang kembali ke petani masih sangat minim,” kata Yohan, ketika dihubungi, Jakarta, Minggu (29/7/2025).

Menurut Politisi PAN ini, petani semestinya menjadi pihak pertama dan utama penerima DBH produk tembakau. CHT, katanya, bisa digunakan untuk subsidi pupuk, bantuan alat pertanian, bantuan modal, pemberdayaan ekonomi, dan asuransi pertanian.

“Selama ini petani tembakau belum merasakan manfaat dari cukai rokok. Mereka masih kesulitan memperoleh pupuk subsidi, mengakses modal untuk bertani, bantuan alat pertanian, pemberdayaan ekonomi, dan asuransi pertanian. Mestinya cukai rokok diberikan ke petani untuk membantu itu semua,” paparnya.

Baca juga:

Cukai Rokok Pisau Bermata Dua, Antara Nasib Buruh dan Kesehatan

Para petani tembakau, ungkapnya, berada dalam sistem berisiko tinggi, karena harga tembakau yang tidak stabil, sementara biaya produksi besar dan sedikit perlindungan serta bantuan dari Pemerintah.

“Jika tidak ada reformasi dalam sistem tata niaga dan pemanfaatan dana cukai, maka kesejahteraan petani akan stagnan bahkan menurun,” ucap Yohan.

Karena itu, Yohan meminta Pemerintah tidak hanya melihat persoalan tembakau dari besaran cukai rokok, tapi juga bagaimana petani bisa sejahtera dan mendapat manfaat dari cukai tersebut.

“Petani juga harus menjadi prioritas perhatian Pemerintah dan mendapatkan kemudahan serta perlindungan dari Pemerintah,” paparnya.

Baca juga:

Viral Pabrik Rokok Legendaris Gudang Garam Dikabarkan PHK Massal

Pemerintah, katanya, jangan hanya memperdulikan kelangsungan produsen rokok besar, tapi juga harus mampu menekan produsen tersebut untuk menyerap tembakau dengan harga yang layak. Terlebih, impor tembakau Indonesia mencapai 50 persen dari kebutuhan dalam negeri.

“Jangan sampai karena impor tembakau, petani semakin tertekan sehingga harga jual tembakau mereka rendah,” ucapnya.

Yohan menyampaikan, maraknya rokok ilegal bisa jadi karena petani lebih memilih menjual tembakaunya ke home industri yang memproduksi rokok ilegal ketimbang ke produsen rokok besar. Hal ini karena harga beli di pabrik home industri lebih stabil ketimbang di perusahaan rokok besar.

“Produsen rokok besar kalau ingin rokok ilegal berkurang ya harga beli mereka terhadap tembakau petani harus tinggi dan stabil. Jangan seenaknya menentukan harga yang murah sehingga petani lebih memilih menjualnya ke pabrik homa industri,” katanya.

Baca juga:

Cukai Rokok Naik, Sri Mulyani: Kendalikan Konsumsi Rokok

Selama ini, ujar Yohan, petani seperti tak berdaya saat menjual tembakau ke produsen-produsen rokok besar. Perusahaan besar itu, seperti Sampoerna, Djarum, Gudang Garam, dan Bentoel acapkali menolak tembakau petani dengan alasan gudang penuh padahal hanya siasat untuk menekan harga tembakau semurah mungkin.

“Produsen besar jangan serakah mengambil keuntungan yang besar. Adanya rokok ilegal juga akibat mereka yang membeli seenaknya harga tembakau di petani,” kata Yohan.

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

1 KOMENTAR