Jakarta, Aktual.co — Setelah memberikan dukungan 100 persen pada pemerintah terpilih, Nostalgia petani tembakau sudah saatnya untuk kembali mengkritisi kebijakan tembakau yang dilakukan pemerintah.

“Sudah saatnya menyampaikan kritik keras kepada pemeritahan ini bersama elemen masyarakat tertindas lainnya,” ujar pengamat ekonomi-Politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng di Jakarta, Senin (2/2).

Pemerintahan hanya menjdikan petani tembakau dan industri kretek sebagai bancakan untuk mengisi kas pemerintahan. Sementara sisi lain industri modal asing dimanjakan dan bahkan diberi fasilitas dan insentif.

Menurutnya, dalam APBNP 2015 target penerimaan cukai tembakau mencapai Rp136,12 triliun, meningkat 22.23% dibandingkan APBNP 2014. Kenaikan sangat besar ini akan mengakibatkan ambruknya industri tembakau skala kecil menengah.

“Pemerintah melanggar UU Cukai karena tidak meminta pendapat kalangan industri dalam menaikkan cukai,” tegasnya.
 
Sementara target penerimaan cukai etil alkohol hanya sebesar Rp165,5 miliar, tidak mengalami peningkatan dan penerimaan cukai dan target pendapatan minuman yang mengandung etil alkohol hanya sebesar Rp5,45 triliun (justru menurun).

“Pemerintah yang konon akan melakukan ekstensifikasi pajak dengan mengenakan cukai pada minuman bersoda dan beralkohol tenyata omong kosong belaka,” terangnya.

Padahal tantangan yang dihadapi petani tembakau dan industri kretek sangatlah berat, terkait ASEAN Economic Commmunity (AEC) pada akhir 2015 mendatang, menghapus secara menyeluruh bea masuk impor tembakau, hasil olahan tembakau dan penerapan standarisasi produk tembakau melalui rezim ASEAN.

“Jika petani tembakau dan kalangan industri kretek tidak mengakhiri nostalgia maka pemerintahan ini akan menjadikan petani tembakau dan industri kretek sebagai fosil dan memuseumkan industri yang mempekerjakan lebih 10 juta rakyat Indonesia,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka