Contoh kasus adalah Adelina Sau yang diisksa majikannya dan meninggal ditemani seekor anjing di kamar belakang dari rumah tempat dirinya bekerja.
Di samping kasus Adelina Sau, ada lagi kasus terakhir adalah Milkau Boimau yang saat dipulangkan seluruh tubuhnya terdapat bekas jahitan mulai dari atas leher hingga perut bagian bawah.
Banyak pihak menilai bahwa hal tersebut diduga adanya penjualan organ manusia yang diduga sering terjadi di negeri Malaysia.
Namun ada juga yang menilai bahwa bekas jahitan itu akibat otopsi yang dilakukan oleh pihak Kepolisian di Malaysia mencari tahu penyebab kematiannya.
Keluarga pun berdalih bahwa diperlukan pemeriksaan pihak kepolisian setempat khususnya Polda NTT terkait meninggalnya anak atau cucu mereka itu.
Kasus jahitan ini bukan merupakan kejadian pertama. Kejadian sebelumnya juga sempat menimpa Dolfina Abu pada tahun 2016 lalu.
Bahkan berdasarkan catatan dari Rumah Perempuan, kurang lebih terdapat 27 orang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal NTT dipulangkan dengan tubuh penuh jahitan dan itu terjadi pada tahun 2016.
Berbgai kasus kematian TKI asal NTT seharusnya menjadi pelajaran bagi masyarakat khususnya para orang tua di NTT, yang artinya harus memikirkan berkali-kali untuk mengirimkan anaknya bekerja di luar NTT.
Yang menjadi pertanyaan adalah siapakah yang salah terkait berbagai kasus kematian TKI asal NTT ini. Apakah orang tuanya tetap memberikan anaknya untuk bekerja di Malaysia setelah menerima “Uang sirih pinang” atau uang oko mama dari para calo? Satgas TKI Sebenarnya pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah memiliki Satuan Tugas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang tugasnya adalah mulai dari mencegah dan menggagal pengiriman jika ada dugaan pengiriman TKI secara ilegal oleh oknum-oknum tertentu.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Bruno Kupok mengatakan satgas itu dibentuk pada tahun 2016 lalu dan ditempatkan pelabuhan serta di bandara pernah menggagalkan keberangkatan banyak TKI ilegal ke luar negeri.
Untuk periode Januari hingga Maret 2018 kurang lebih 117 calon TKI ilegal yang akan diberangkatkan digagalkan pengirimannya baik di bandara maupun di pelabuhan.
Namun sayangnya menurut Direktur PIAR NTT Lerry Mboik satgas yang dibentuk itu tidak berjalan dengan baik karena koordinasi yang dibangun tidak bagus.
Ia pun menilai bahwa Satgas tersebut hanya akan berjalan jika ada kasus besar yang mengakibatkan pemerintah pusat ikut terlibat, barulah satgas itu berjalan.
Hal ini tentu menjadi sebuah kritik keras bagi pemerintah NTT, apalagi menurut dia, kasus TKI ini akibat kurangnya lapangan pekerjaan di provinsi berbasis kepulauan.
Artinya bahwa masalah ekonomi yang menjadi alasan mengapa sehingga banyak anak dibawah umur NTT yang terus dikirim ke luar dari NTT dengan identitas palsu.
Kejadian demi kejadian soal kasus TKI asal NTT ini, menurut Lerry Mboik, bisa saja melibatkan oknum-oknum aparat yang bermain dalam hal ini.
Seharusnya penangkapan terhadap salah seorang staf keamanan bandara El Tari Kupang, dan penangkapan terhadap seorang pegawai di Imigrasi Kupang bisa menjadi bukti bahwa ada aparat yang bermain di dalam kasus itu.
Oleh karena itu, Satgas harus bekerja lebih keras karena jaringan para perekrut TKI asal NTT ini sangat rapi.
Perketat Pengawasan Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya meminta satuan tugas (satgas) pengawasan TKI di daerah itu memperketat pengawasan di pelabuhan-pelabuhan yang dimanfaatkan sebagai jalur pengiriman secara ilegal.
Ia mengatakan, banyak cara yang ditempuh untuk meloloskan para calon TKI ilegal. Mereka bisa menempuh jalur laut ke Pulau Flores, menuju Labuan Bajo dan menyeberang ke Pulau Jawa.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby