Mantan Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Listrik Negara (PLN), Dahlan Iskan (DI) mengaku jika dirinya tidak pernah menandatangani kontrak dengan perusahaan pelaksana proyek pembangunan 21 gardu induk, untuk jaringan dan pembangkit Jawa-Bali-Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.

Demikian pengakuan Dahlan yang disampaikan melalui kuasa hukum-nya, Yusril Ihza Mahendra, di Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Selasa (16/6).

“Saat beliau menjabat sebagai Dirut tidak satu pun kontrak dengan kontraktor yang ditandatangani oleh pak Dahlan,” jelas Yusril, usai mendampingi Dahlan menjalani pemeriksaan di Kejati DKI.

Pernyataan tersebut justru berbanding terbalik dengan yang disampaikan Kepala Seksi Penerangan Umum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Waluyo.

Dia mengatakan, bahwa ketika Dahlan menjabat sebagai Dirut PLN beberapa perusahaan pelaksana sudah menerima sebagian pembayaran.

“Jadi DI itu anggarannya turun pada termin satu dan setengah dari termin dua. Termin satu ada lima gardu induk yang empat sudah berfungsi dan satu belum berfungsi,” papar Waluyo, saat dikonfirmasi, Selasa (16/6).

Seperti diwartakan sebelumnya, Yusril mengatakan, proyek pembangunan 21 gardu induk baru disetujui oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada akhir 2011. Dengan demikian, jikalau hal itu yang terjadi, maka yang bertanggungjawab terhadap proyek tersebut yakni Nur Pamudji, Dirut PLN setelah Dahlan.

Persetujuan itu diajukan ke Kemenkeu setelah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek senilai Rp 1,063 triliun itu beralih ke Kementerian ESDM saat dipimpin Jero Wacik. Dan PLN sendiri beralih menjadi Pengguna Anggaran (PA), karena memang yang mengerjakan proyek itu PLN.

“Jadi pertama Februari beliau (Dahlan) menulis surat ke Menteri ESDM mengusulkan proyek ‘multiyears’ (tahun jamak) itu. Dan yang kedua itu Agustus 2011. Saya katakan tadi belum dijawab oleh Menkeu dan itu baru dijawab November 2011, pada saat itu beliau tidak lagi menjabat Dirut PLN,” terang Yusril.

Menindaklanjuti penyataan pihak Kejati yang menyatakan jikalau sudah ada pembayaran kepada perusahaan yang melaksanakan proyek pembangunan 21 gardu induk itu, hampir sama dengan kasus dugaan korupsi terkait BP Migas dan TPPI.

Dimana, dalam kasus tersebut BP Migas juga telah melakukan penjualan kondensat kepada TPPI, padahal ketika itu belum ada persetujuan dari Kemenkeu.

Dengan demikian, ada dugaan bahwasanya PLN sudah lebih dulu mengeluarkan uang untuk membayar beberapa perusahaan yang telah membangun gardu induk tersebut.

Untuk diketahui, persetujuan ke Kemenkeu dilakukan karena telah terjadi pengalihan KPK proyek gardu induk ke Kementerian ESDM. Karena setiap proyek yang digarap Kementerian, anggarannya harus lebih dulu disetujui oleh Kemenkeu. Berbeda dengan sebuah perusahaan negara, yang bisa mengeluarkan uang tanpa persetujuan Kemenkeu.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby