Surabaya, Aktual.com – Setelah melakukan penetapan tersangka terhadap bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Dahlan Iskan, pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur langsung bergerak cepat.
Kasi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Jatim Dandeni Herdiana mengaku, sampai saat ini pihak Kejati Jatim tengah mengumpulkan berkas sitaan. Berkas-berkas itu sebagai bukti keempat mengenai penetapan dan penahanan Dahlan Iskan.
“Kita masih mengumpulkan berkas sitaan. Kalau sudah terkumpul, berarti sudah ada empat alat bukti mengenai Dahlan Iskan. Tapi mohon maaf, saya nggak bisa beberkan itu sekarang.” kata, Jumat (28/10).
Yang jelas, lanjutnya, kejaksaan juga telah menggeledah dan menyita sejumlah dokumen di PT Panca Wira Usaha dan di PT Sempulur Adi Mandiri selaku pembeli, untuk dipelajari lebih lanjut.
Sejauh ini, kata Dandeni, penyidik sudah memiliki tiga alat bukti yang kuat, diantaranya keterangan saksi, keterangan ahli dan petunjuk. Sehingga dengan alat bukti tersebut, Dahlan dijerat Pasal 2 dan 3 UU 31 tahun 1999 Tipikor sebagaimana diubah sesuai UU 20 tahun 2001 Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Dahlan sebelumnya menjabat sebagai Ditektur Utama PT PWU sejak 2000 hingga 2010. Semenatara saat dikonfirmasi mengenai nama Mantan Gubenur Jatim, Imam Utomo, yang sebelumnya diperiksa menjadi saksi, apakah bisa menjadi tersangka? Dandeni enggan menjelaskan lebih lanjut.
“Saya nggak bisa menjelaskan secara detail, itukan soal teknis. Intinya, bagaimana proses pelepasan aset ketika beliau menjabat sebagai Gubernur Jatim. Yang memberikan izin penjualan itu adalah gubernur dan ketua DPRD jatim.”
Sementara ketua DPRD Jatim yang saat itu dijabat oleh Bisri Abdul Jalil, penyidik tidak bisa melakukan penyidikan. Sebab, Bisri sudah meninggal dunia, sehingga proses hukumnya pun secara otomatis terhenti.
Diketahui, dalam kasus ini sebelum menetapkan Dahlan Iskan, penyidik sudah menetapkan mantan Ketua DPRD Surabaya, Wisnu Wardhana, yang saat itu menjabat sebagai kepala Biro Aset PT PWU, sebagai tersangka. Dari kasus penjualan 33 aset tersebut, negara dirugikan sekitar 900 miliar rupiah.
Laporan: Ahmad H Budiawan
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu