Account Officer Bank Sinar Mas Cabang Mangga Dua, Steven, sedang bersaksi dalam sidang kelima kasus dugaan penggelapan uang dengan terdakwa Yuliasiane Sulistyawati dan Rudi Susiawan di PN Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (8/8).

Jakarta, Aktual.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus dugaan penggelapan uang dengan pelapor Bank Sinar Mas, mencoba mengajukan sejumlah bukti baru dalam persidangan lanjutan kasus ini di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (24/9) kemarin.

Sejumlah bukti baru tersebut sebelumnya tidak terdapat dalam BAP penyidikan kasus ini.

Pihak Yulisiane Sulistyawati dan Rudi Susiawan, selaku terdakwa menyebut upaya JPU sebagaiĀ  upaya yang terlalu memaksakan diri lantaran semakin sulit untuk membuktikan dakwaan.

Dalam persidangan, kuasa hukum terdakwa, Guntur pun melayangkan keberatan terhadap bukti baru yang diajukan JPU.

“Kami tolak karena posisinya itu tidak masuk dalam BAP karena itu tidak sesuai acara pidana. Hakim pun sudah mengetahui hal itu dan mencatat itu serta melakukan penolakan,” kata Guntur.

Dua bukti baru itu diajukan dalam sidang yang beragenda pemeriksaan Yulisiane dan Rudi sebagai terdakwa.

Bukti-bukti yang diajukan, baik dalam pemeriksaan Yulisiane maupun Rudi, dikatakan Guntur berupa transaksi dari perusahan milik para terdakwa dan telah ditolak oleh majelis hakim.

“Tidak terlalu jelas, itu seolah-olah seperti pembayaran cek dan sebagainya tapi itu tidak relevan untuk diterima,” ujar Guntur.

Sebagaimana diketahui, Yulisiane merupakan pemilik dari PT Pazia Pilar Mercycom (PT PPM), sedangkan Rudi merupakan Direktur Utama PT Sinar Karunia Warna (PT SKW). Keduanya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi barang elektronik.

PT PPM merupakan distributor resmi Acer dan Samsung di Indonesia. Sementara, PT SKM yang dimiliki Rudi merupakan master dealer dari PT PPM.

Pada persidangan yang lalu, saksi dari pihak Samsung dan Acer telah menunjukkan bahwa tak ada satu pun transaksi yang ganjil dari PT PPM sejak bertahun-tahun lalu.

Tidak hanya bukti baru, dalam persidangan JPU pun banyak mengajukan pertanyaan yang menyangkut pautkan PT PPM dan PT SKW ke masalah keluarga.

Menurut Guntur, hal ini mengindikasikan bahwa JPU memang sudah kelimpungan dan kebakaran jenggot akibat tidak mampu membenarkan dakwaan dalam persidangan.

Dalam persidangan, kata Guntur, telah dijelaskan semua transaksi dari kedua kliennya kepada majelis hakim, termasuk pula pembayaran pajak PT PPM dan PT SKW.

“Kemudian karena sudah tidak ada hal lain yang bisa dibuktikan didalam dakwaan itu, si jaksa akhirnya mengarahkan bahwa seolah-olah ini karena keluarga makanya ada transaksi ini dan membobol bank,” urainya.

Padahal, tambah Guntur, tidak ada larangan di Indonesia bagi sebuah keluarga untuk memiliki perusahaan.

Lebih lanjut, Guntur meyakini jika dakwaan Jaksa telah terpatahkan dengan jawaban yang dipaparkan oleh terdakwa dalam persidangan.

Sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan pun berpendapat bahwa kasus ini bukanlah tindak pidana pencucian uang, melainkan murni perdata, yakni utang piutang. Salah satu saksi ahli yang berpendapat demikian adalah mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein dalam persidangan pada 20 September 2018.

Sementara itu, Yulisiane menceritakan awal kasus ini dalam persidangan. Kepada majelis hakim, ia mengakui jika dirinya bukanlah pihak yang mengajukan kredit kepada Bank Sinar Mas.

Sebaliknya, pihak bank Sinar Mas yang menawari program kredit kepada dirinya.

“Tapi karena PT PPM sudah menuadi kreditur di tiga bank, saya tolak. Akhirnya program ini saya tawarkan ke master dealer kami,” katanya.

Dari 100 master dealer yang bermitra dengan PT PPM, sepuluh di antaranya tertarik untuk mengambil program kredit dari Bank Sinar Mas, salah satunya PT SKW yang dimiliki adiknya, Rudi.

“Tapi saya profesional, jadi bukan karena Rudi adik saya, lalu saya mereferensikan PT SKW kepada Bank Sinar Mas. Sepuluh master dealer ini saya referensikan semua ke Bank Sinar Mas,” jelasnya.

Ia sendiri bertindak sebagai penjamin, atau corporate guarantee dalam peminjaman ini.

Belakangan, kata Yulisiane, pihak Bank hanya menerima dua perusahaan saja sebagai kreditur, yaitu PT SKW dan PT Global Mandiri Teknologi (PT GMT).

Mendengar penjelasan demikian, majelis hakim pun menanyakan kenapa hal itu tidak ada dalam BAP.

Sebagai informasi, Direktur PT GMT Sarki Gunawan juga dilaporkan oleh Bank Sinar Mas dengan kasus yang sama. Namun, belakangan laporan itu dicabut.

“Itu yang saya pertanyakan, kenapa kalau PT GMT bisa SP3, tapi kasus ini justru berlanjut, padahal sama persis kasusnya,” jelas Yulisiane.

“Ada banyak bukti dari saya yang tidak keluar di sini (BAP),” sambungnya.

Dalam persidangan, ia mengisahkan jika kasus ini sangat sedih dengan kondisinya yang menjadi tahanan akibat kasus ini.

Menurutnya, ia telah berbisnis dengan sangat profesional dan sama sekali tidak melakukan penipuan.

“Dari 2004 saya sudah berbisnis, masa cuma dengan Rp 15 miliar sampai menghancurkan reputasi yang sudah saya mulai dari 2004,” katanya.

“Padahal uang yang saya keluarkan untuk bayar pajak negara lebih besar dari jumlah kredit Bank Sinar Mas,” tutup Yulisiane.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan