Gaza, Aktual.com – Jelang serangan besar-besaran militer zionis ke Gaza, untuk mengambil alih penuh wilayah itu. Militer Israel terus menerus menyerang warga sipil dan menghancurkan bangunan pemukiman warga.
Dilansir dari TRT Global yang dikutip dari Anadolu (AA), militer Israel telah menghancurkan lebih dari 300 rumah di lingkungan Zeitoun di Gaza dalam tiga hari terakhir, dalam apa yang digambarkan oleh Pertahanan Sipil sebagai penargetan yang disengaja terhadap wilayah pemukiman warga sipil.
Mahmoud Basal, juru bicara Pertahanan Sipil di Gaza, mengatakan kalau pasukan Israel melakukan serangan besar-besaran di Zeitoun, dengan fokus pada bangunan-bangunan dengan lima lantai atau lebih.
Ia juga mengatakan bahan peledak yang digunakan menyebabkan bangunan di sekitarnya runtuh, dengan beberapa rumah hancur sementara penghuninya masih berada di dalam. ”Pembongkaran dilakukan tanpa peringatan sebelumnya, dan pemboman yang intens menghalangi tim penyelamat untuk menjangkau korban luka,” kata Basal, Rabu (13/8) waktu setempat.
Daerah Zeitoun, yang terletak di Gaza tengah, telah menghadapi serangan Israel berulang kali selama pembantaian tersebut. Gelombang pembongkaran terbaru ini merupakan bagian dari apa yang digambarkan pejabat Palestina sebagai rencana pendudukan Israel yang sedang berlangsung untuk mengurangi populasi, serta menghancurkan infrastruktur sipil di daerah kantong tersebut.
Petugas Pertahanan Sipil melaporkan kesulitan mencapai banyak lokasi akibat pemboman yang terus berlanjut, sehingga meningkatkan kekhawatiran bahwa orang-orang masih terjebak di bawah reruntuhan. Para saksi mata mengatakan seluruh blok telah diratakan di beberapa bagian Zeitoun.
Sedangkan dilansir dari Al Jazeera, kawasan Zeitoun terus menghadapi pemboman dan pembongkaran terus-menerus sejak Selasa (12/8). Pejabat Pertahanan Sipil mengatakan seluruh keluarga tewas ketika rumah mereka diledakkan tanpa peringatan. Militer Israel dilaporkan menggunakan bom berdaya ledak tinggi yang juga meratakan bangunan-bangunan di sekitarnya.
Kabinet keamanan Israel minggu lalu menyetujui rencana untuk merebut Kota Gaza dan secara paksa memindahkan ratusan ribu warga Palestina ke zona konsentrasi, meskipun ada kecaman internasional dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan perbedaan pendapat dari dalam militer Israel sendiri.
Namun, militer mengatakan bahwa kepala stafnya, Eyal Zamir, telah menandatangani ”kerangka utama” untuk rencana operasional tersebut dalam sebuah pertemuan dengan para komandan tinggi, perwakilan Shin Bet, dan perwira senior.
Menurut pernyataan tersebut, Zamir ”menekankan pentingnya meningkatkan kesiapan pasukan dan kesiapsiagaan untuk perekrutan cadangan, sambil melakukan pelatihan kecakapan dan memberikan ruang bernapas menjelang misi mendatang”.
Sistem Perawatan Kesehatan Target Sasaran Militer Israel
Masih dilansir dari Al Jazeera, setidaknya 100 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Gaza sepanjang Rabu (13/8). Sedangkan tim Al Jazeera di lapangan melaporkan peningkatan serangan di bagian utara daerah kantong yang terkepung itu, tempat 61 orang tewas di Kota Gaza saja.
Serangan udara Israel terhadap kelompok yang berusaha mengamankan distribusi bantuan di utara Kota Gaza menewaskan sedikitnya 12 orang pada Rabu (13/8).
Selain itu, setidaknya 37 orang yang putus asa mencari makanan untuk keluarga mereka tewas akibat tembakan Israel, termasuk 16 orang tewas di dekat titik bantuan di utara Rafah, menurut Rumah Sakit Nasser di Gaza selatan dan 14 orang lainnya tewas dan 113 terluka oleh pasukan Israel yang menunggu bantuan di utara, menurut Layanan Darurat dan Ambulans Gaza.
Bukan hanya itu, sistem perawatan kesehatan di Gaza juga menjadi sasaran penghancuran yang disengaja oleh militer Israel, yang sama saja dengan ”pembunuhan medis”, kata para ahli PBB pada Rabu (13/8). Mereka menuduh Israel sengaja menyerang dan membuat para pekerja perawatan kesehatan, paramedis, dan rumah sakit kelaparan untuk memusnahkan perawatan medis di wilayah kantong tersebut.
”Sebagai manusia dan pakar PBB, kita tidak bisa tinggal diam atas kejahatan perang yang terjadi di depan mata kita di Gaza,” ujar Tlaleng Mofokeng, pelapor khusus hak atas kesehatan, dan Francesca Albanese, pelapor khusus hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967.
”Selain menjadi saksi mata genosida yang sedang berlangsung, kita juga menjadi saksi ’medicicide’, sebuah komponen jahat dari penciptaan kondisi yang disengaja untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza, yang merupakan tindakan genosida,” kata para ahli.
”Petugas kesehatan dan perawatan terus-menerus menjadi sasaran, ditahan, disiksa, dan kini, seperti penduduk lainnya, mengalami kelaparan,” ungkap mereka.
(Indra Bonaparte)

















