Jakarta, Aktual.com — Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengaku bertemu dengan Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Sumut Partai Nasdem yang juga Wakil Gubernur Sumut Tengku Erry, dan bekas Ketua Mahkamah Partai Nasdem Otto Cornelis Kaligis pada 19 Mei 2015 di Kantor DPP Nasdem Gondangdia.
“Saya pernah bertemu dengan Tengku Erry, Gatot Pujo Nugroho, dan OC Kaligis di kantor DPP Partai Nasdem pada 19 Mei 2015 pukul 10.30 WIB. Kurang lebih 1 bulan sebelumnya minggu pertama April 2015 OC Kaligis pernah meminta saya agar Gatot dapat bertemu. OC Kaligis mengatakan bahwa hubungan Gatot dan Erry tidak harmonis,” kata jaksa Ahmad Burhanuddin membacakan BAP Paloh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/11).
Paloh selaku Ketum Partai Nasdem mengaku diminta untuk memberikan saran pendapat terkait perselisihan itu. “Jadi, kita carikan waktu. Untuk itu maka pada 18 Mei 2015 saya sampaikan ke OC Kaligis, saya akan ketemu Gatot dan bawa sekaligus Erry,” ujar Paloh dalam BAP sebagaimana dikutip jaksa Ahmad Burhanuddin.
Sedianya Paloh bersaksi untuk anak buanhya, yakni Patrice Rio Capella, namun batal menjadi saksi karena sedang berada di satu rumah sakit di Singapura. “Ini ada kiriman surat dari saksi Surya Paloh yang menyatakan tidak bisa hadir karena pada 09.30 waktu Singapura harus terbaring di RS Mount Elizabeth,” kata Ketua Majelis Hakim Artha Theresia.
Dalam kasus ini, Rio Capella didakwa menerima Rp200 juta dari Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti melalui Fransisca Insani Rahesti dengan tujuan mempermudah pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi Dana Batuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakkan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung melalui pendekatan islah.
Atas perbuatan tersebut, Rio dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu