Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani disebut telah mendapatkan laporan tentang proyek e-KTP saat dirinya menjadi Ketua Fraksi PDIP.
Hal itu diungkapkan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat menjadi saksi Setya Novanto dalam sidang korupsi proyek pengadaan e-KTP, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (8/2).
“Semua biasanya ada laporan (kepada Ketua Fraksi),” kata Ganjar menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengakuan Ganjar sendiri merupakan perkembangan terbaru setelah nama Puan diseret dalam pusaran mega korupsi ini dalam beberapa hari terakhir.
Namun, Ganjar tak mengatakan secara rinci laporan yang biasa disampaikan kepada ketua Fraksi PDIP.
Ganjar yang sebelumnya duduk sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR periode 2009-2013 hanya mengatakan, Ketua Fraksi memiliki tugas untuk mengkoordinir seluruh anggota fraksi yang duduk sebagai anggota DPR.
“Mengkoordinir anggotanya. Kalau kita bicara ya, sampai memutuskan hal yang penting mengenai kebijakan,” tuturnya.
Selain itu, kata Ganjar ketua fraksi juga bisa memindahkan posisi anggotanya dari komisi yang satu ke komisi lainnya. Biasanya, ketua fraksi akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan partai sebelum memindahkan anggotanya.
“Biasanya kalau diganti, ada juga, rapat sebelumnya keputusan fraksi dengan partai. Yang eksekusi pasti ketua fraksi, karena partai enggak bisa masuk,” kata dia.
Ganjar melanjutkan, ketua fraksi bisa menolak sebuah program yang tengah dibahas di masing-masing komisi. Namun, ketua fraksi tak bisa semena-mena langsung tidak menyetujui, termasuk dalam proyek e-KTP.
“Bisa saja, tapi tidak semena-mena gitu, ‘saya enggak setuju’. Biasanya mereka mengambil keputusan itu berdasarkan apa yang terjadi di sana dan berdasarkan usulan usulan,” ujarnya.
Dalam proyek e-KTP ini, sejumlah kader PDIP disebut-sebut menerima uang panas dari proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu. Mereka di antaranya Ganjar, Arif Wibowo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, serta Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.
Ganjar disebut menerima uang panas e-KTP sebesar US$ 520 ribu, Arif US$ 108 ribu, Yasonna US$ 84ribu, dan Olly sebesar US$ 1,2 juta. Namun, mereka berempat telah membantah telah menerima uang dari proyek senilai Rp 5,8 triliun tersebut.
Bahkan PDIP selaku partai politik yang memiliki kursi di DPR disebutkan turut diperkaya dari proyek e-KTP.
Dalam dakwaan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, partai politik yang diduga turut diperkaya dalam proyek e-KTP ini, di antaranya Partai Golkar mendapat Rp150 miliar, Demokrat Rp 150 miliar, dan PDIP serta partai lainnya sebesar Rp80 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan