Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi XI DPR menyayangkan sikap pemerintah yang segera menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dengan alasan mengikuti Automatic Exchange of Information (AEoI).

Justru yang terpenting adalah diterbitkankannya Perppu itu harus didasari adanya kepentingan nasional, seperti penerimaan perpajakan yang terus anjlok dan rasio pajak (tax ratio) yang juga malah menurun.

“Kalau alasan Perppu ini karena ikut AEoI justru ragu dengan (implentasi) AEoI ini. Karena kita lihat, AS ada FATCA, dia bisa opensif. Bank besar ada yang kena. Apa kita dengan Perppu ini bisa ofensif? Sepertinya kurang kuat,” keluh Anggotaa Komisi XI DPR asal Fraksi Partai Golkar, M Misbakhun saat Raker dengan Menteri Keuangan, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (29/5).

Menurut dia, agresifitas AS mencari data nasabah di negara lain menggunakan kebijakan FATCA atau Foreign Account Tax Compliance Act itu.

“Dan kita bisa kena karena kita ikut FATCA juga. Padahal kita negara besar, bisa kah kita kejar data di luar negeri? Sementara dari sisi regulasi isi Perppu itu terbatas,” jelasnya.

Salah satu keterbatasan adalah dari sisi sanksi yang hanya dikenai denda sebesar Rp1 miliar dan kurungan satu tahun penjara.

“Denda itu sangat kecil. Dulu ada Arthur Andersen yang melindungi Enron dalam kasus rekayasa keuangan. Dan kemudian dipailitkan. Harusnya lebih bernilai lagi. Karena bagi bank angka itu kecil. Perppu ini terlalu lunak,” kritiknya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka