Jakarta, Aktual.com — Ancaman kekeringan akibat gelombang panas El Nino diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Agustus-September 2015. Bahkan ancaman kekeringan tersebut saat ini sudah terjadi di sejumlah wilayah seperti Sumatera Selatan, beberapa wilayah Jawa, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara bagian Selatan, dan Papua bagian Selatan.

Akibatnya, sejumlah daerah di Pulau Jawa dikabarkan berpotensi besar mengalami gagal panen karena ribuan hektar sawah dan tambak terancam gagal akibat fenomena alam tersebut. Untuk mengantisipasi gagal panen yang lebih besar, para petani di sejumlah wilayah berupaya mendapatkan air dengan membuat sumur-sumur di persawahan dan pertambakan. Ironisnya, mereka justru menggunakan elpiji 3 kg sebagai bahan bakar untuk mesin-mesin penyedot air yang dioperasikan.

Dengan volume konsumsi yang terbilang cukup besar jika dikalkulasi secara menyeluruh, hal ini dipastikan akan mengganggu dan memicu terjadinya kelangkaan di beberapa tempat tertentu.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengatakan, alokasi elpiji 3 kg bersubsidi, menurut peraturan (Perpres no 104/2007 dan Permen ESDM no 26/2009) dipergunakan sebagai alat memasak rumah tangga dan usaha kecil. Untuk itu, Pemerintah harus segera menanggapi serius persoalan ini guna mengantisipasi terjadinya kelangkaan.

“Di sisi lain ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan menambah pasokan elpiji sehingga bertambah melebihi kuota yang ditetapkan dalam APBN, ini pasti akan menimbulkan masalah bagi DPR RI dan Kementerian Keuangan,” kata Sofyano dalam keterangan tertulisnya kepada Aktual di Jakarta, Jumat (7/8).

Bahkan, lanjutnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun ketika mengaudit subsidi elpiji tentu tidak bisa menerima kebijakan ini sepanjang bertentangan dengan Perpres dan atau Peraturan Menteri yang ada.

“Dan akhirnya ini akan berdampak secara serius kepada badan usaha, Pertamina, yang ditugaskan mendistribusikan elpiji bersubsidi. Sangat mungkin terjadi Pertamina akan dipersalahkan oleh BPK dan kelebihan pasokan di atas kuota yang ditetapkan akan menjadi beban BUMN Pertamina,” ungkapnya.

Ia mendesak agar pemerintah segera merevisi Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri ESDM terkait peruntukan elpiji 3kg.

“Dengan juga menetapkan pasal tambahan yang mengatur hal-hal khusus seperti ketika terjadi kekeringan yang menyebabkan masyarakat menggunakan elpiji 3 kg sebagai bahan bakar untuk mesin mesin pertanian dan atau perikanan seperti yang terjadi saat ini,” tandas dia.

Artikel ini ditulis oleh: