Jakarta, Aktual.com – Mengkritik anak itu memang perlu untuk mengontrol perilaku anak. Namun ingat, tidak dengan cara yang kasar dan juga berlebihan. Penelitian menunjukkan bahwa perkembangan emosional dan kesehatan mental anak bisa terganggu bila orangtua sering mengkritik anak, apalagi secara berlebihan.

Apa yang terjadi ketika orangtua mengkritik anak dengan pedas?

Sebuah studi yang dilakukan oleh Binghamton University di New York, mengamati 87 anak dan orangtuanya untuk mengetahui bagaimana reaksi anak saat mereka dikritik oleh orangtuanya. Para orangtua diminta untuk memberi kritikan pada anak selama lima menit. Kemudian, anak-anak diminta untuk menyebutkan emosi mana yang ia kenali dari ekspresi orangtuanya.

Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang terlalu sering mendapat kritikan pedas malah tidak begitu peka dalam menilai ekspresi wajah orangtuanya. Fenomena ini disebut dengan bias perhatian, yaitu kecenderungan untuk memperhatikan beberapa hal sambil mengabaikan yang lain.

Dikutip laman Healthline, Monica Jackman, seorang ahli terapi di Port St. Lucie, Florida menjelaskan bahwa semakin banyak respon yang diterima amigdala — bagian otak yang mengolah emosi — terhadap ekspresi wajah, membuat seseorang semakin ingin mengabaikannya.

“Orangtua bisa frustasi dan terus memberikan kritik karena anak menunjukkan bias perhatian”, tambah Jackman. Sederhananya begini, tidak ada orang yang suka dikritik dan disalahkan. Apalagi dengan nada yang pedas dan wajah orangtua yang galak. Begitu juga dengan anak-anak. Perasaan dikritik habis-habisan tentu sungguh tidak mengenakkan. Karena itu, anak-anak yang sering dikritik pedas oleh orangtuanya secara tidak sadar malah mengabaikan kata-kata dan ekspresi marah orangtuanya tersebut.

Ini wajar dilakukan siapa saja, tak terkecuali anak-anak, dalam usaha mempertahankan diri dari rasa takut atau marah. Mereka lebih memilih untuk memusatkan perhatian pada hal lain, misalnya menunduk dan menatap kakinya sendiri. Dengan begitu, mereka tidak perlu merasakan betapa sakit dan malunya dikritik habis-habisan oleh orangtua.

Jadi, semakin sering anak diberi kritikan, semakin besar kemungkinan ia tidak akan mendengarkan kritikan tersebut. Orangtua yang merasa diabaikan pun jadi makin pedas mengkritik dan memarahi anak.

Dalam jangka panjang, bias perhatian yang ditunjukkan anak ditambah dengan kritikan orangtua yang berlebihan bisa membuat anak kesulitan untuk mengenali emosi dari ekspresi wajah orang lain. Ini karena mereka sudah terbiasa (secara tidak sengaja) untuk tak mengacuhkan emosi orang lain.

Padahal, kemampuan untuk mengenali emosi sangat penting bagi anak untuk mengekspresikan emosinya sendiri dan juga untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Selain perkembangan emosional yang terganggu, kesehatan mental anak juga bisa terganggu jika orangtua terlalu kasar dalam mengkritik anak. Pola asuh anak seperti ini menurut Greg Hajcak Proudfit, psikolog di Stony Brook University mungkin saja membuat anak jera. Namun, bisa juga membuat anak terkena gangguan kecemasan.

Jadi, bagaimana cara terbaik untuk mengkritik anak?

Anak sering kali berbuat salah, seperti main hingga lupa waktu, tidak membereskan kamar tidur, atau mandi hujan anpa izin. Ini normal terjadi dan tentunya dihadapi banyak orangtua, bukan cuma Anda. Lalu, bagaimana cara orangtua untuk mengontrol perilaku anak? Salah satunya dengan memberinya kritikan.

Namun, Anda perlu tahu bila setiap orang pasti pernah berbuat salah, apalagi anak-anak yang masih dalam tahap belajar. Walaupun tingkah anak sering membuat Anda menggelengkan kepala, bukan berarti setiap tindakannya perlu diberi kritikan. Apalagi mengkritiknya secara berlebihan, misalnya dengan suara yang keras atau kata-kata yang kasar.

Kritikan yang Anda berikan pada anak itu harus didengar dan dipahami oleh anak. Jangan sampai, kritikan tersebut masuk ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri alias tidak berguna sama sekali.

Caranya memang tidak mudah, tapi Anda bisa menerapkan tenik “kritikan plus pujian”. Maksudnya, di sela Anda mengkritik anak beri juga pujian dan dukungan padanya. Selain itu, pilih kata-kata yang tidak menyakiti hati anak. Tentu anak akan memberikan perhatian pada Anda.

Misalnya anak membiarkan kamarnya berantakan setelah ia menggambar dan mencorat-coret. Coba katakan, “Gambarmu bagus sekali, nak. Tapi kenapa kamarnya jadi berantakan, ya? Kalau gambarnya sudah bagus, kamarnya dibuat bagus juga, dong. Ayo, rapikan pensil warna dan mejamu kalau sudah selesai menggambar.”

Hello sehat

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta