(ilustrasi/aktual.com)
(ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Politik Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago menilai penambahan dana parpol bisa menopang penguatan demokrasi di Indonesia. Pasalnya, Dalam PP Nomor 5/2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik diatur, dana bantuan untuk parpol hanya Rp108 per suara. Sehingga muncul rencana pemerintah merevisi PP No 5/2009 dan menaikkan dana bantuan suplemen parpol sebesar 10 kali lipat menjadi Rp1.000 per suara.

“Sudah hampir 10 tahun dana itu belum pernah dinaikkan,” ujar Pangi, Sabtu (15/7).

Pangi mengatakan, Pergulatan diskursus terjadi, ada yang pro dan kontra terhadap penambahan dana parpol. Menurutnya, Penambahan dana parpol sesuatu yang patut didukung dalam rangka penguatan institusi parpol secara utuh demi kebaikan bersama (common goods).

“Logika tafsir publik, anggaran untuk biaya operasional parpol memang terbilang tidak sedikit, setiap kali penyelenggaraan acara baik Mukhtamar dan Kongres cukup tinggi (high cost) menghabiskan ratusan miliaran rupiah, secara public reason dari mana parpol mendapatkan sumber anggaran sebesar itu?,” katanya.

Biasanya, lanjut Pangi, untuk hajatan besar kegiatan parpol tidak cukup dana dari iuran anggota, mental barter para petugas parpol terbentuk, yang ditugaskan mencari dana ilegal. “Kong kalikong, pat gu lipat secara telanjang dipertontonkan demi oksigen keberlanjutan kehidupan parpol,” sebut Pangi.

Sementara, Opini konstruktif terkait keterlibatan aktif anggota partai dalam membesarkan partai termasuk pembiayaan adalah kunci untuk melahirkan parpol yang kuat dan dan solid serta memperluas dukungan politik yang lebih real, (susan scarrow).

Minusnya dana parpol, solusinya mencari talangan dana dari setoran para cukong yang menguasai kartel bisnis politik yang melanggengkan oligarki demi menguasai parpol.

“Bukan menjadi aneh, untuk menambal kekurangan biaya operasional parpol, menjadikan BUMN sebagai sapi perahan. Tidak sampai di situ, tak jarang komisaris dan pimpinan direktur BUMN berperan sebagai mesin ATM parpol (destruktif),” urai dia.

“Terjadi lah korupsi birokrasi, persekongkolan maha jahat dengan menyelewengkan APBN (tugas- tugas elegal) sehingga tak heran mendengar lagu lama, tiap tahun selalu ujung ceritanya BUMN mengalami kerugian,” jelasnya.

Lalu bagaimana anggaran dana parpol Rp1.000 per suara bisa meningkatkan kesadaran politik bersih ala parpol (political awareness) bisa dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel? Yang jelas, kata Pangi, penambahan dana parpol harus sejalan dengan agenda meningkatkan audit dan pengawasan secara ketat yang diharapkan punya ‘efek jerah’ apabila terjadi penyelewengan penggunaan dana parpol.

“Jangan sampai penambahan dana parpol hanya umpan yang mengenyangkan bagi elite partai,” katanya.

Pendanaan parpol oleh negara bukan sesuatu yang aneh, namun normal-normal saja, demi menjaga ekosistem partai politik agar tidak rusak. Hal yang sama juga dilakukan di banyak negara yang menjadi ‘benchmark’ Indonesia, besaran dana bantuan pemerintah untuk parpol masih jauh lebih tinggi, bahkan ada yang mencapai puluhan ribu rupiah per-suara.

“Oleh karena itu, melihat eksplanasi emperis di atas, justifikasi yang logis peningkatan anggaran parpol menjadi legitimet untuk dilakukan,” pungkas Pangi.

Nailin In Saroh

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan